Menelusuri Kampung Melayu Tersisa di Kuala Lumpur

FOTO: HILMI SETIAWAN/JAWA POS BERUMUR SATU ABAD LEBIH: Rumah Cikgu Amir di Kampung Bharu, Kuala Lumpur, yang berlatar belakang Menara Kembar Petronas.

Dari kediaman Cikgu Amir, Jawa Pos melanjutkan perjalanan ke timur. Ternyata, selepas proyek pembangunan gedung bertingkat Legasi Kampong Bharu, ada beberapa rumah khas Melayu yang masih berdiri kukuh. Di antaranya, rumah yang ditinggali Azyzah Abdul Macid. ”Saya di sini menyewa. Sudah meyewa rumah ini lama sekali,” kata perempuan 64 tahun itu di sela-sela menjemur baju.

Biaya sewa rumah tersebut 800 ringgit (Rp 2,7 juta) setiap bulan. Ruangan di atas panggung digunakan untuk ruang keluarga dan kamar tidur. Sementara itu, bagian bawah digunakan sebagai ruang makan. Lantai rumah panggung tersebut masih berupa papan-papan kayu. ”Saya lapisi tikar,” katanya.

Azyzah mengaku betah tinggal di sana. ”Tinggal di rumah panggung khas Melayu mengingatkan ketika masih kecil dahulu,” tutur dia.

Dulu di seberang rumahnya tersebut ada pasar yang sangat ramai. Juga, ada kedai kopi dan makanan khas Melayu. Salah satu makanan khas yang paling populer adalah nasi lemak. Di Jakarta, nasi lemak itu mirip nasi uduk. Lauknya ikan teri dan telur, dilengkapi dengan mentimun dan kacang tanah goreng.

Namun, setelah ada pembangunan gedung bertingkat, pasar yang dahulu ramai, menjadi jujukan warga untuk berbelanja, sudah tidak ada lagi. ”Sekarang jadi apartemen,” katanya.

Azyzah menambahkan, sampai saat ini Kampung Bharu memiliki julukan sebagai surganya kuliner. Sebab, pada malam hari banyak warung yang menjajakan makanan. Bukan hanya makanan Malaysia. Ada pula kuliner Indonesia seperti masakan Padang. Juga, sajian khas dari India dan Timur Tengah. ”Sore hari menjelang magrib ramai sekali,” tuturnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *