BPN Kabupaten Sukabumi Klaim Pembebasan Lahan Tol Bocimi Tidak Ada Penolakan

Pembangunan Tol Bocimi
Salah satu alat berat jenis exavator saat melakukan pembersihan material untuk pembangunan Tol Bocimi Seksi III

SUKABUMI – Kantor Agraria Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kantah Kabupaten Sukabumi, mengklaim proses pembebasan lahan untuk dijadikan pembangunan jalan Tol Bogor – Ciawi – Sukabumi (Bocimi), tidak mendapatkan penolakan dari warga sekitar.

Ini terjadi lantaran, pembayaran untuk pengadaan lahan Proyek Strategis Nasional (PSN) ini, mengacu pada Zona Nilai Tanah (ZNT).

Bacaan Lainnya

Hal demikian, disampaikan langsung Kepala Seksi Pengadaan Tanah dan Pengembangan pada Kantor Agraria Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kantah Kabupaten Sukabumi, Enang Sutriyadi Kepada Radar Sukabumi. Bahwa menurutnya, untuk pembayaran pengadaan tanah atau UGR ini, telah mengacu kepada ZNT.

“Selama ini, dilapangan gak ada sih yang menolak. Kalau ada yang menolak, kita rekonsiliasi. Tapi, sampai hari ini belum ada penolakan, malah mereka menunggu pembayaran,” kata Enang kepada Radar Sukabumi pada Rabu (15/05).

Menurutnya, pembebasan lahan untuk proyek jalan Tol Bocimi ini, bukan ganti rugi. Namun, dapat dinamakan sebagai ganti untung. Karena, proses pembebasan dan UGR-nya mengacu kepada ZNT. “Karena gini, sekarang pembebasan tol itu adalah ganti untung, bukan ganti rugi karena mengacunya ke ZNT dan nilainya tidak sama dengan di PBB untuk harga permeter-nya,” paparnya.

Pihaknya menambahkan, dari semua kecamatan yang terdampak untuk pembangunan jalan Tol Bocimi ini, mayoritas nilai tertinggi pembayaran lahannya, berada di wilayah Kecamatan Cicurug untuk Seksi 2.

Sementara, untuk Seksi 4 nilai ZNT tertinggi untuk pembebasan lahannya berada di wilayah Kecamatan Sukabumi, Sukaraja dan Kecamatan Sukalarang yang merupakan daerah perbatasan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur.

“Iya, di daerah itu nilai ZNT-nya cukup tinggi. Seperti di Desa Benda, Kecamatan Cicurug harga per meter lahannya itu, bisa sampai Rp7 juta. Sementara, untuk wilayah lainnya, nilainya bervariasi ada yang Rp2 juta per meternya hingga Rp1 juta. Makanya, kan ga ada yang ribut. Nah, ributnya itu mereka pengen cepat dibayar, tapi sekarang belum bisa ada kegiatan pembayaran dulu karena penlok-nya belum didelegasikan dari Kanwil Jabar ke kita,” tukasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *