Mandi Pagi dan Derajatnya

kang-warsa

Oleh Kang Warsa

Sama halnya dengan kualitas hidup manusia. Mandi pun dapat saja memiliki derajat dan tingkatan berbeda. Terlebih, mandi pagi. Jika sholat, derajatnya ditentukan oleh munfarid dan berjama’ah. Maka, untuk mandi pagi, derajatnya tidak ditentukan oleh berjamaahnya. Ini ditentukan oleh waktu, lebih tepatnya jam; pukul berapa mandi pagi dilakukan.

Bacaan Lainnya

Apa alasannya, sampai mandi pagi pun memiliki derajat? Ini sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan dalil, ini dilandasi oleh cara pandang kita ketika melihat harapan hidup, dan umur manusia. Namun ini masalah kuantitatif. Walakin mari kita perjelas dengan menyentuh ranah kualitatif dan derajat mandi pagi.

Di antara kita, mungkin pernah melakukan sebuah permenungan. Kenapa buyut –buyut dan kakek nenek kita rata-rata memiliki usia bisa mencapai 100 tahun lebih. Akhir-akhir ini ada semacam penelitian, angka harapan hidup orang-orang Indonesia, khususnya Sukabumi masih menjadi salah satu peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selalu dipertimbangkan. Angka harapan hidup ini malah menjadi salah satu faktor penilaian maju dan terbelakangnya sebuah Negara.

Di tahun 2011, Angka Harapan Hidup penduduk Indonesia  adalah 73.7 Tahun. Angkat ini jika dibandingkan dengan rata-rata Angka Harapan Hidup buyut dan kakek nenek kita terdapat selisih sampai 30 tahun. Di sini ada pengurangan yang cukup signifikan. Artinya, penduduk Indonesia sampai di tahun 2011 telah mengalami pengurangan harapan hidup  30 tahun.

Pengaruhnya terhadap kualitas kehidupan adalah: semakin mengecilnya angka harapan hidup, bisa ditaksir, semakin mengecil juga Angkatan Usia Produktif. Jika Angka Harapan Hidup 73.7 Tahun tersebut dibagi menjadi tiga kategori; umur 0-19, 20-60, 61-73, dapat ditaksir, rata-rata angkatan Usia Produktif penduduk Indonesia mencapai 40 tahun.

Belum lagi ada faktor lain, yang pengaruhnya sangat kuat terhadap Angkatan Produktif ini yaitu pengangguran. Maka bisa ditaksir, seberapa besar kualitas bangsa ini bisa memengaruhi  perubahan hidupnya?

Sumber-sumber pendapatan yang kecil akan menjadi lahan rebutan Angkatan Usia Produktif ini, ini bisa menjadi semakin kecilnya upah kerja, UMK, dan UMR yang diterima oleh para pekerja.

Lantas, apa hubungannya Mandi Pagi dengan fenomena sosial di atas? Belum ada penelitian yang pasti, kenapa angka harapan hidup buyut-buyut kita di masa lalu bisa mencapai rata-rata usia 100 tahun? Bisa jadi dipengaruhi oleh gaya hidup, cara hidup, makanan yang dikonsumsi, dan perilaku sosial lainnya.

Nah, jika faktor penyebabnya adalah gaya hidup dan cara hidup, ini berarti ada sangkut-pautnya dengan cara mereka hidup, budaya dan kebiasaan mereka. Salah satunya, mandi pagi.

Buyut Saya, pada tahun 1990, meninggal di usia 123 Tahun. Sering sekali mengatakan: Mandi menjelang subuh, bisa memperpanjang usia! Perlu dilakukan penelitian terhadap ucapan “asal-asalan” dari buyut saya tersebut.

Pikiran kita memang selalu dipenjara oleh logika teoritis. Masa ya, mandi menjelang subuh bisa memperpanjang Usia. Maka simpulan sederhana dari ucapan tersebut adalah, asal-asalan, sebuah motivasi agar anak-anak mau mandi pagi.

Tapi, tanpa melalui penelitian pun, ucapan tersebut sebenarnya begitu logis dan cukup masuk akal. Kita hitung, berapa jam kita menghabiskan waktu dengan aktivitas keseharian? Rata-rata dari Pukul  06.00- 21.00 WIB, 15 jam saja kita beraktivitas dalam keadaan terjaga, kelompok gila kerja (workaholic) dan penyandang insomnia tidak termasuk ke dalam kategori ini.

Waktu selama 15 jam tersebut, jika kita bangun pagi tepat pada pukul 06.00. Namun, jika bangun pagi kita lebih awal, misalkan pukul 02.00, sudah pasti lama waktu kita beraktifitas bertambah 4 jam.

Lain halnya, jika kita bangun pagi pada pukul 10.00 WIB, maka lama aktivitas harian kita berkurang 4 jam. Mandi pagi menjelang subuh, bisa menghidupkan syaraf-syaraf tubuh manusia. Demi melihat alasan logis ini, maka bisa ditebak, mandi pagi memang bisa memperpanjang usia kita, karena lama waktu kita beraktivitas juga akan semakin bertambah.

Orang tua dulu, telah mengamalkan kebiasaan ini secara turun-temurun. Sebuah kearifan lokal, tidak memerlukan hasil penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya, tapi mereka telah mengerjakannya sebelum  Human Development Index (IPM) dikampanyekan, bahwa angka harapan hidup menjadi salah satu standar penilaian maju atau terbelakangnya sebuah negara.

Ketika kebiasaan telah menjadi budaya, maka rasanya menjadi sangat mungkin, Alam pun melakukan konspirasi; melakukan penghormatan kepada manusia. Hanya saja, kita jarang sekali berpikir semendalam ini.

Opini ini berasal dari catatan harian yang saya tulis pada Maret 2012.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *