BRIN Lanjutkan Penelitian Naskah Kuno di Museum Prabu Siliwangi

M Irfan Mahmud
Kepala Pusat Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN M Irfan Mahmud

SUKABUMI – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), telah melakukan meneliti 40 benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi.

Kepala Pusat Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN M Irfan Mahmud menjelaskan, hasil dari penelitian tersebut Museum Prabu Siliwangi menjadi tempat yang cocok untuk belajar sejarah era Kerajaan Pajajaran. “Saya kira, museum ini cukup representatif untuk belajar tentang sejarah Pajajaran jaman Kerajaan Sunda,” kata Irfan Radar Sukabumi, belum lama ini.

Bacaan Lainnya

Pada sejumlah benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi, menurutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sejumlah benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi untuk melengkapi narasinya.

Terlebih, benda koleksi yang ada di museum tersebut jumlahnya mencapai ratusan hingga ribuan. “Memang perlu kolaborasi untuk memperkuat narasi koleksi ke depan. Pak kyai sudah membuka banyak kesempatan buat kita untuk berkolaborasi untuk itu,” ucapnya.

“Jadi koleksi koleksi ini tentu akan dicoba oleh teman-teman untuk melihat konteks sejarahnya, konteks tradisinya, konteks arkeologinya terutama untuk narasi narasi yang bisa memberikan gambaran tentang perjalanan sejarah Pajajaran Sunda dari jaman prasejarah, hingga kolonial,” tambahnya.

Dia menjelaskan, kesulitan yang dihadapi selama penelitian terletak pada kurangnya informasi mengenai sumber lokasi saat benda objek penelitian pertama kali ditemukan. “Beberapa, tidak semua yang kesulitan. Hanya karena informasi tentang lokasi sumbernya ada yang tidak diketahui padahal untuk memberi narasi sejarah kebudayaannya penting untuk mengetahui landscape kebudayaannya,” cetusnya.

Kendati demikian, sementara masih bisa tetap menjadi media pendidikan. Tetapi perlu untuk kalau dalam konteks pencatatan literasi cagar budaya tidak bisa langsung ke situ.

“Untuk sebagai alat peraga pendidikan koleksi itu bisa digunakan dengan menggunakan sumber pembanding untuk mengetahui mungkin tentang bagaimana transformasi kebudayaan dari periode prasejarah ke jaman Islam,” tuturnya.

Di sisi lain, Museum Prabu Siliwangi menurutnya merupakan tempat yang representatif untuk implementasi kurikulum merdeka. Sebab, selain terintegrasi dengan Ponpes Dzikir Al Fath, di sana juga banyak diajarkan kearifan lokal seperti pencak silat dan pengobatan tradisional.

“Banyak kita lebih cenderung belajar tentang peradaban peradaban modern yang dari luar sementara pengetahuan lokal yang kita bisa lihat, etnomedisin (pengobatan tradisional) misalnya ada di sini. Tata kelola pertanian dan sebagainya, pupuk, siklus ekosistem lah,” paparnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *