Pemilih Bimbang: Cerminan Sikap Publik yang Kritis

kang-warsa

Oleh: Kang Warsa

Berdasarkan survey Litbang Kompas Desember 2023, tingkat keyakinan pemilih yang makin yakin dengan pilihannya belum tergambar dari hasil survei. Survei periodik Kompas ini menggambarkan, masih ada 28,7 persen responden yang belum menentukan pilihannya dari tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ada.

Bacaan Lainnya

Keberadaan pemilih bimbang atau undecided voters merupakan fenomena yang umum menjelang pemilu. Meski demikian, populasi pemilih bimbang yang relatif tinggi bisa menjadi cerminan sikap publik yang tidak mudah memberikan suaranya bagi para capres-cawapres.

Proporsi pemilih bimbang ini relatif senada jika dibandingkan dengan tren elektabilitas sosok capres atau di luar pasangan capres-cawapres. Proporsi pemilih bimbang untuk tiga nama capres, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, pada survei Desember 2023 tercatat 24,9 persen.

Dengan kata lain, resminya pendaftaran capres-cawapres ke KPU beserta koalisi partai pengusungnya dan dimulainya masa kampanye pilpres tidak serta-merta membuat pemilih segera menjatuhkan pilihan kepada capres dan cawapres.

Jika pemilih makin memantapkan pilihan, batasan tiga pilihan pasangan semestinya membuat pemilih bimbang menyempit. Akan tetapi, hasil survei belum membuktikan asumsi tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa pemilih Indonesia memiliki sikap kritis terhadap para capres-cawapres yang ada. Mereka tidak mudah memberikan suaranya tanpa adanya pertimbangan yang matang.

Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab tingginya proporsi pemilih bimbang di Indonesia. Pertama, pemilih Indonesia memiliki tingkat literasi politik yang masih rendah. Mereka belum memiliki pemahaman yang memadai tentang isu-isu politik dan pemerintahan. Akibatnya, mereka kesulitan untuk menilai kinerja para capres-cawapres.

Kedua, pemilih Indonesia memiliki banyak pilihan. Ada tiga pasangan capres-cawapres yang bersaing dalam Pemilu 2024. Hal ini membuat pemilih semakin sulit untuk menentukan pilihan.

Ketiga, pemilih Indonesia masih skeptis terhadap kinerja pemerintah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya masalah yang dihadapi Indonesia, seperti korupsi, kemiskinan, dan ketimpangan. Akibatnya, pemilih cenderung tidak yakin bahwa para capres-cawapres yang ada mampu menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Pada akhirnya, tingginya proporsi pemilih bimbang bisa menjadi tantangan tersendiri bagi para capres-cawapres. Mereka harus bekerja keras untuk meyakinkan pemilih agar menjatuhkan pilihan kepada mereka.

Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan oleh tim pemenangan capres-cawapres untuk meyakinkan pemilih bimbang. Pertama, perbaiki komunikasi dan sosialisasi program. Para capres-cawapres harus menyampaikan program mereka secara jelas dan mudah dipahami oleh pemilih. Mereka juga harus aktif berkomunikasi dengan pemilih melalui berbagai platform, seperti media sosial, media massa, dan acara-acara kampanye.

Kedua, berikan solusi yang konkret untuk masalah-masalah yang dihadapi Indonesia. Para capres-cawapres harus menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Mereka harus menawarkan solusi yang konkret dan realistis.

Ketiga, membangun kepercayaan publik. Para capres-cawapres harus membangun kepercayaan publik dengan menunjukkan integritas dan komitmen mereka terhadap demokrasi. Mereka harus menjauhi praktik-praktik korupsi dan nepotisme.

Jika tim pemenangan capres-cawapres mampu mengatasi tantangan ini, mereka akan memiliki peluang yang lebih besar untuk memenangkan pemilu. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *