Mengelola Air untuk Pariwisata di Buenos Aires, Argentina (1)

Tak banyak sungai yang dijumpai di pusat Kota Buenos Aires. Tapi, kota pelabuhan itu meninggalkan semacam kanal yang dulu dipakai untuk bongkar muat kapal kargo. Namanya Rio Darsena Sur di Puerto Madero.

Kanal tersebut menjadi salah satu landmark kota untuk wisata. Berikut laporan JUNEKA SUBAIHUL MUFID yang baru pulang melakukan peliputan di ibu kota Argentina itu.

Bacaan Lainnya

HAMPIR tak ada sampah plastik yang bisa ditemukan mengapung di kanal berair kecokelatan itu. Yang terlihat mengapung adalah kapal-kapal bertiang setinggi sekitar 5 meter atau lebih.

Kalau dilihat dari ketinggian, pakai drone atau melalui Google Maps, kanal sepanjang 2,64 kilometer dan selebar 170 meter itu terbagi dalam empat kolam besar. Seolah dipisahkan jembatan yang bisa dilewati mobil.

Tapi, bila dilihat dengan menjejakkan kaki di bumi, satu kolam dengan kolam lain tersebut masih terhubung. Itulah penampakan kanal Rio Darsena Sur di Puerto Madero, pusat Kota Buenos Aires, Argentina.

Lima jembatan yang memisahkan kanal tersebut ada yang bisa dibuka tutup untuk memudahkan kapal lewat. Yakni melewati jalan Cecilia Grierson, Macacha Guemes, Azucena Villaflor, dan Rosario Vena Penaloza.

Di dekat jembatan ada crane yang tinggi menjulang bekas bongkar muat. Tanah kosong di bawah crane itu dimanfaatkan untuk taman kecil yang dilengkapi sarana olahraga. Ada juga parkiran Ecobici, sistem transportasi gratis berbasis sepeda kayuh.

Di samping lima jembatan itu, juga ada Jembatan Puente De La Mujer atau Women Bridge yang hanya bisa dilewati pejalan kaki. Jembatan bercat putih mirip jarum pada jam matahari tersebut bisa digerakkan ke samping sehingga kapal dapat lewat. Bukan digerakkan ke atas ke bawah seperti pada palang pintu kereta api. Perempuan dalam kultur masyarakat

Argentina punya tempat tersendiri yang terhormat.
Kanal itu seolah menjadi pusat dari semua peradaban di sekitarnya. Kanal tersebut seolah menjadi jeda di antara gedung modern tinggi menjulang serta gedung lama berciri khas Eropa.

Saat berkunjung ke kanal itu Kamis (29/11) lalu, suasana di kanan atau kiri kanal tersebut memang awalnya tidak terlalu ramai. Mungkin karena hujan rintik yang juga membasahi jalan berbatu di pinggir kanal itu. Sedangkan langit agak mendung kelabu. Matahari Buenos Aires di pengujung musim semi menuju musim panas tertutup awan siang itu.

Agaknya orang-orang sedang berteduh di restoran atau kafe yang berderet di kiri dan kanan kanal sambil menunggu hujan mereda. Ciri khas utama restoran atau bangunan di sekitar kanal Rio Darsena Sur berdinding batu bata merah. Dulu gedung-gedung tersebut adalah gudang penyimpanan barang. Dan sejak 1990-an diubah menjadi restoran, rumah yang elegan, hotel mewah, atau perkantoran.

Saya bersama delegasi dari Indonesia yang mengikuti G20 Leaders Summit yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menikmati santap siang di salah satu restoran di dekat kanal itu. Restoran Rodizio namanya.

Merupakan rumah makan bergaya Brasil yang menyediakan daging steak aneka macam. Mulai sapi, ayam, hingga babi. Tapi, siang itu tentu tak ada menu steak babi.

Restoran tersebut, seperti kebanyakan restoran lainnya, seolah juga menjual suasana. Ya, suasana kanal yang bersih itu salah satunya. Siang itu meja makan JK menghadap ke arah kanal tersebut. Kaca yang lebar membebaskan mata untuk bisa melihat situasi di luar jendela. Sambil bersantap siang, sambil menikmati suasana Rio Darsena Sur. ”Kanal ini memang untuk pariwisata,” kata Karina Cardaci, karyawati Rodizio.

Karina mengungkapkan, tidak ada limbah air dari restoran atau gedung di sekitar restoran yang masuk ke kanal itu. Air dari gedung diolah dengan pengolahan khusus dan tidak langsung dibuang ke kanal tersebut. ”Makanya bersih, kan?” ujar perempuan tinggi semampai berambut pirang itu.

Warga, ungkap Karina, memang sudah punya kebiasaan untuk membuang sampah di tempatnya. Bukan ke kanal itu. ”Tentu ada sanksi bagi yang membuang sampah ke kanal itu. Tapi, saya tidak tahu pasti berapa jumlahnya,” ucap dia.

Dalam beberapa waktu juga ada kampanye bersama untuk bersih-bersih lingkungan. Termasuk untuk urusan kanal tersebut. ”Ada sosialisasi berkelanjutan tentang sungai atau kanal itu,” tambah dia.

Warga antusias menjaga kebersihan sungai. Mereka beranggapan, sungai yang bersih bisa menjadi wahana rekreasi. Sungai benar-benar menjadi halaman depan rumah yang indah. Bukan halaman belakang yang jadi tempat sampah.

JK pun memberikan atensi terhadap kebersihan sungai di Argentina. Kondisinya berbeda dengan sebagian besar sungai di sejumlah kota besar di Indonesia. Dia pun meminta awak media melihat langsung kondisi sungai tersebut. ”Jalan-jalanlah. Lihat bagaimana sungai di sini bersih, bagaimana di Jakarta nanti,” ujarnya.

Bukan hanya restoran atau gedung yang menjadikan kanal itu sebagai halaman depan. Tapi, di kanal tersebut juga terparkir sebuah kapal A.R.A. Sarmiento Frigate. Kapal dengan tiga tiang tinggi itu tak jauh dari Jembatan Puente De La Mujer.

Kapal berbentuk mirip KRI Dewaruci tersebut juga sudah mengarungi samudra dan bersandar di berbagai pelabuhan dunia. Termasuk dua kali ke Jakarta (pada 1914 dan 1928) serta masing-masing sekali ke Makassar (1902) dan Timor (1902).

Sekarang kapal dari kayu dan tembaga itu dijadikan museum karena punya sejarah. Misalnya mewakili Argentina di banyak kegiatan dunia. Atau juga di penobatan Raja Inggris Edward VII pada 1902 dan pembukaan kanal Panama pada 1914.

Para pengunjung yang datang bersama pasangan memilih berfoto di ujung haluan kapal dengan berpose mirip adegan di film Titanic. Ya, tangan si perempuan telentang dan si cowok memeluk dari belakang.

Yang juga cukup unik, sepanjang kanal itu juga jadi tempat mengikat janji. Kabel baja yang jadi pagar kanal itu dijadikan cantolan untuk gembok-gembok berbagai jenis dan ukuran. Bahkan, ada yang berbentuk hati.

Sepertinya gembok itu untuk mengikat cinta kasih yang suci. ”Sepertinya mengikuti yang di Paris,” kata Antonius Prawira Yudianto, pejabat KBRI Argentina fungsi penerangan dan sosial budaya.

Bedanya, gembok yang di Sungai Seine, Paris, itu sudah ratusan ribu atau mungkin jutaan. Di sepanjang kanal tersebut masih belum terlalu banyak. Masih tersisa banyak ruang untuk mengaitkan gembok di kabel sepanjang jembatan itu. Namun, penanda gembok tersebut –selain arsitektur bergaya Eropa– cukup menguatkan kesan Buenos Aires jadi Parisnya Amerika Selatan. Dan wisata air di Tigre, bagian utara Buenos Aires, semakin menguatkan kesan itu.


(*/c9/agm)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *