Konsistensi Ebiet G. Ade Melagukan Puisi yang Berbuah Satyalencana Kebudayaan

Maklum saja, sewaktu kecil dia tidak pernah bermimpi menjadi musisi. Cita-citanya kala kecil adalah insinyur, pelukis, dan dokter. ”Saya beruntung karena beberapa kali karya saya menjadi inspirasi bagi beberapa orang,” tutur ayah empat anak itu.

Berkali-kali Ebiet mengetahui hal itu dari fansnya. Dia sampai tidak ingat sudah berapa orang yang pernah bilang hidup mereka berubah setelah mendengar lagu-lagu Ebiet. ”Saya anggap saja itu sebagai ladang ibadah,” imbuhnya.

Pria yang berulang tahun setiap 21 April itu mengaku, dirinya sempat khawatir penghargaan seprestisius Satyalencana Kebudayaan hanya diberikan kepada seniman yang bermain di wilayah populer. Teguh berkarya di wilayah yang bisa dibilang lebih condong ke folk, yang tentu saja terasa asing di tengah ingar bingar digitalisasi musik sekarang ini, Ebiet memang bisa dibilang ”melawan arus” industri musik.

Karena itu, dia bahagia sekaligus bangga ketika Agustus lalu diberi tahu mendapatkan Satyalencana Kebudayaan. ”Penghargaan tersebut wujud perhatian negara kepada seniman,” katanya.

Apresiasi dari pemerintah itu membuat semangat bermusiknya yang memang tak pernah padam semakin menyala. Meski memang album studio terakhirnya sudah dirilis pada 2013. Hari-harinya kini banyak dihabiskan untuk traveling bersama keluarga.

Tapi, ayah pemusik Aderaprabu Lantip Trengginas atau dikenal dengan Adera itu masih terlibat dalam permusikan tanah air. Dengan menjadi komisioner di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional. ”Tugasnya mengurus royalti musik yang perputarannya ada di Indonesia,” tuturnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *