Konsistensi Ebiet G. Ade Melagukan Puisi yang Berbuah Satyalencana Kebudayaan

Ebiet G. Ade teguh menembangkan puisi tentang alam, keluarga, dan romansa selama hampir empat dekade. Sampai tak ingat lagi sudah berapa orang yang bilang hidup mereka berubah karena lagu-lagunya.

FERLYNDA PUTRI, Jakarta

COBALAH ”eksperimen” kecil ini. Berbaring di tempat tidur, pasang earphone, matikan lampu, lalu putarlah Berita kepada Kawan. Kawan coba dengar apa jawabnya//Ketika dia kutanya mengapa//Bapak ibunya tlah lama mati//Ditelan bencana tanah ini.

Ketika pada bagian itu kemudian mendadak terbayang tsunami Aceh atau gempa Lombok, lalu tiba-tiba ada yang meleleh di sudut mata, jangan malu. Anda tak sendirian. Karya legendaris Ebiet G. Ade itu memang tak pernah gagal menggugah rasa haru.

Misalnya, yang juga tampak saat Ebiet mendendangkannya di Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi 2018 Rabu malam lalu (26/9). ”Tentu (awalnya, Red) tidak berpikir jadi background peristiwa bencana. Rasa lagu itu sebenarnya normatif saja bahwa bencana harus kita sikapi dengan arif,” tuturnya saat ditemui Jawa Pos seusai acara.

Dalam acara di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, itu, Ebiet dianugerahi Satyalencana Kebudayaan dari presiden Indonesia. Yang diserahkan melalui Mendikbud Muhadjir Effendy. Kriteria penerima penghargaan itu adalah mereka yang telah mengabdi di bidang kebudayaan sejak minimal berusia 30 tahun. Ebiet telah jauh melampaui parameter tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *