Menurut dia, tidak maksimalnya ekspor karena daya saing produk mebel dan kerajinan Indonesia turun. Mulai dari bahan baku, teknologi, dan mahalnya upah buruh. Untuk bahan baku kayu tidak ada masalah, tapi untuk rotan, pengusaha mulai kesulitan memperoleh bahan baku.
“Semua itu membuat biaya produksi menjadi lebih mahal. Padahal, pengusaha dan pemerintah menargetkan pada tahun depan ekspor mencapai 5 miliar dolar AS,” ujarnya.
Menurut Sobur, untuk mencapai target tersebut pengusaha meminta bantuan pemerintah. Misalnya, dengan kemudahan bahan baku, membantu permodalan, penurunan suku bunga, dan membuka perjanjian perdagangan dengan Eropa.
Jika tidak ada perubahan yang signifikan akan sulit mencapai target ekspor 5 miliar dolar AS. Menurut dia, selama ini tujuan ekspor terbesar mebel dan kerajinan adalah Eropa, Amerika, China, Asia, dan Jepang.
“Vietnam tahun ini sudah bebas bea masuk ke Eropa. Pemerintah harus segera membuka pasar Eropa,” ujarnya.
Untuk meningkatkan penjualan ekspor, kata Sobur, Himki ikut pameran furniture IMM Cologne di Jerman. Pameran ini sangat penting bagi pengusaha Indonesia karena disana tempat berkumpulnya para pembeli dari Eropa.