Akhirnya KPK Tahan Rafael Alun

Rafael Alun Trisambodo
Rafael Alun bersafari ke media massa dan selalu menangis, omongan ayah David Ozora akhirnya terbukti

JAKARTA – Setelah nenyandang status tersangka, eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo akhirnya mendekam di tahanan KPK, kemarin (3/4). Ayah Mario Dandy Satriyo, pelaku penganiayaan David Ozora, itu disangka menerima gratifikasi dengan total hampir Rp 34 miliar.

Rafael ditahan setelah menjalani pemeriksaan di KPK. Dia tiba di gedung Merah Putih tersebut sekitar pukul 10.00 WIB. Kemudian sekitar pukul 17.00 WIB, secara resmi Rafael diumumkan sebagai tersangka oleh KPK. Bersama pengumuman itu, KPK juga menunjukkan barang bukti berupa barang mewah dan uang tunai.

Bacaan Lainnya

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri memerinci barang mewah itu antara lain 2 buah dompet, 1 ikat pinggang, 1 jam tangan, 68 buah tas, dan 29 perhiasan. Sementara uang tunai sebanyak Rp 32,2 miliar juga diamankan sebagai barang bukti. Uang itu dalam pecahan dolar Amerika Serikat, dolar Singapura, Euro dan rupiah.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan konstruksi perkara gratifikasi itu ditengarai berawal dari tahun 2011 atau ketika Rafael menjabat Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Timur I.

Saat itu, Rafael diduga sudah menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak. Gratifikasi itu untuk pengondisian berbagai temuan pemeriksaan pajak.

Rafael juga ditengarai memiliki mendapatkan gratifikasi dari salah satu perusahaannya yang bergerak di bidang jasa konsultasi terkait pembukuan dan perpajakan. Perusahaan bernama PT Artha Mega Ekadhana (AME) tersebut banyak digunakan wajib pajak yang diduga mengalami permasalahan pajak. Khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan pajak melalui Dirjen Pajak.

“Setiap kali wajib pajak mengalami kendala dan permasalahan dalam proses penyelesaian pajaknya, RAT (Rafael, Red) diduga aktif merekomendasikan PT AME (kepada wajib pajak, Red),” ujarnya dalam konferensi pers di gedung KPK.

Sebagai bukti permulaan, selain uang tunai dan barang mewah, KPK juga telah menemukan indikasi aliran dana sebesar USD 90 ribu (sekitar Rp 1,3 miliar) dari wajib pajak ke PT AME.

Uang itu juga menjadi bagian penerimaan gratifikasi Rafael. “Saat ini dilakukan pendalaman dan penelusuran (terkait indikasi aliran dana ke PT AME, Red),” ungkap Firli.

Firli menambahkan, perbuatan Rafael itu disangka melanggar Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor dengan ancaman maksimal penjara 20 tahun.

KPK berjanji akan memberikan fokus khusus pada kasus Rafael. Juga kasus korupsi lain di sektor pelayanan publik atau keuangan negara. “Karena korupsi pada modus ini memberikan dampak buruk yang langsung dirasakan oleh masyarakat sekaligus merugikan keuangan negara,” terangnya.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak KPK tidak berlama-lama mengembangkan perkara gratifikasi Rafael dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Itu dapat memaksimalkan pengembalian kerugian negara. “Dulu biasanya KPK langsung menempelkan TPPU dalam kasus gratifikasi,” ujarnya.

Selain itu, Boyamin juga mendesak KPK mengembangkan kasus Rafael ke pihak-pihak lain yang ditengarai terlibat dalam korupsi perpajakan.

Menurutnya, Rafael tidak mungkin sendirian melakukan perbuatan tersebut. “Karena ada pola pengawasan dalam sistem pemungutan pajak, sehingga tidak mungkin masalah pajak bisa diselesaikan dengan mulus jika dilakukan sendirian,” tuturnya. (tyo)

Pos terkait