Strategi Pemerintah Menuju Pertumbuhan Ekonomi

Andhika Wahyudiono
Dosen UNTAG Banyuwangi Andhika Wahyudiono

Oleh: Andhika Wahyudiono
Dosen UNTAG Banyuwangi

Peningkatan tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2022 yang terjadi akibat kondisi geopolitik global serta pemulihan ekonomi pasca pandemi yang menimbulkan gejolak harga komoditas global menjadi isu yang mendesak untuk diatasi. Hal ini mendorong Presiden RI Joko Widodo untuk memberikan arahan empat agenda prioritas, salah satunya terkait pengendalian inflasi.

Bacaan Lainnya

Per Agustus 2023, BPS mengungkapkan inflasi Indonesia kini sebesar 3,3% year on year (yoy), yang jumlahnya jauh lebih rendah dibandingkan inflasi di tahun 2022 yang tercatat sebesar 5,5% yoy. Sejak awal tahun 2023, laju inflasi Indonesia menunjukkan tren perlambatan yang stabil dan mulai bergerak pada kisaran sasaran inflasi yang ditargetkan yaitu 3±1% yoy. Meski demikian, harga beberapa komoditas pangan sempat naik sebagai akibat dari dampak El Nino yang juga terjadi di berbagai negara.

Upaya pengendalian inflasi dilakukan melalui bauran kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil, yang menjadi sinergi dan inovasi menjadi dua kata kunci penting dalam menjaga stabilitas harga, terutama dalam konteks menjaga ketahanan pangan yang berkelanjutan. Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus melakukan berbagai mitigasi dan langkah kebijakan sebagai bagian dari agenda pengendalian inflasi nasional.

Berbagai langkah menjaga stabilitas harga dalam jangka pendek dilakukan dengan menciptakan keterjangkauan harga, menjaga ketersediaan pasokan, memastikan kelancaran distribusi, dan melakukan komunikasi efektif. Langkah ini menjadi pedoman untuk implementasi strategi pencapaian inflasi dari hulu hingga hilir, demi menciptakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan.

Pemerintah perlu menjaga akses terhadap pangan dengan mengendalikan inflasi pangan yang bersifat fluktuatif. Salah satu upaya pengendalian inflasi dari segi kebijakan fiskal bisa terlihat dari peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang memiliki fungsi stabilisasi, yakni sebagai shock absorber terhadap gejolak dalam perekonomian. APBN selalu diharapkan menjadi instrumen utama dan diandalkan dalam mengelola berbagai potensi gejolak, terutama untuk mempercepat momentum pemulihan ekonomi Indonesia.

Pada tahun 2022 ketika inflasi di berbagai negara meningkat secara signifikan, peran APBN dioptimalisasi untuk meredam dampak tingginya gejolak harga komoditas global bagi Indonesia. Pemerintah menginisiasi berbagai program perlindungan sosial demi melindungi kelompok yang miskin dan rentan, serta melakukan intervensi harga serta menjaga ketersediaan stok dan cadangan pangan untuk menjaga level harga dan mengendalikan inflasi.

Di tahun 2024, pemerintah bersama DPR telah menetapkan asumsi dasar ekonomi makro dalam untuk inflasi sebesar 2,8 persen, menunjukkan optimisme pemerintah terhadap laju inflasi di tahun 2024 yang terkendali dan mampu berada di dalam sasaran inflasi 2,5%±1%. Upaya ini tentunya mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya beli di tengah tantangan ke depan yang terus berkembang.

Demi mencapai target tersebut, pemerintah bersama Bank Indonesia melalui TPIP dan TPID bersinergi menciptakan strategi jangka pendek dan panjang. Berbagai langkah menjaga stabilitas harga dalam jangka pendek dilakukan secara konsisten demi menjaga risiko volatilitas harga pangan pada daya beli masyarakat.

Dari sisi produksi pangan, produktivitas sektor pertanian pun diimbau untuk terus ditingkatkan agar pasokan terjaga serta perlu didukung dengan alokasi anggaran ketahanan pangan. Selain itu, pemerintah berupaya menurunkan biaya logistik yang dapat mengatasi disparitas harga di daerah dengan dukungan anggaran infrastruktur.

APBN, atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, adalah alat utama pemerintah dalam mengelola keuangan publik. Dalam konteks ekonomi, APBN memainkan peranan penting sebagai shock absorber, yaitu sebagai pelindung terhadap fluktuasi ekonomi yang tidak terduga.

Seiring dengan perubahan dan ketidakpastian yang ada dalam perekonomian global dan nasional, APBN harus dihadapi dan dikelola dengan bijak untuk mengurangi dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. APBN berfungsi sebagai pengaman ekonomi yang kuat untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Pengendalian inflasi merupakan salah satu fokus utama APBN dalam menjalankan perannya sebagai shock absorber. Inflasi merujuk pada peningkatan harga barang dan jasa secara umum, yang dapat merusak daya beli dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat. APBN bertanggung jawab untuk mengelola inflasi dan menjaga stabilitas harga agar tetap terkendali.

Pemerintah pusat dan daerah memiliki peran yang sama penting dalam menjalankan APBN dan mengendalikan inflasi. Kolaborasi yang erat dengan Bank Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya sangat diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Konsultasi dan koordinasi yang baik di antara semua pihak akan memperkuat sinergi dan membuat pengendalian inflasi lebih efektif.

Dengan menjaga inflasi stabil, APBN dapat membangun dasar yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. Hal ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat, karena pertumbuhan ekonomi yang sehat dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kemiskinan.

Oleh karena itu, peran dan pentingnya APBN sebagai shock absorber harus diapresiasi dan dihargai. APBN harus dijalankan dengan baik agar dapat menjaga stabilitas dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam hal ini, kolaborasi yang baik antara pemerintah, Bank Indonesia, dan pemangku kepentingan lainnya sangat diperlukan. Dengan begitu, kita dapat membangun ekonomi yang kokoh dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. *

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *