Representasi Ramadhan, untuk Mencegah Food Loss dan Food Waste

Ika Sofia Rizqiani,
Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I2

Oleh : Dr. Amalia Nur Milla, M.P1) dan Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I2)
1)Dosen Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sukabumi
2)Dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan  Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Ramadhan merupakan bulan yang amat istimewa bagi umat Islam, termasuk umat Islam di Indonesia. Sudah selayaknya, umat Islam melaksanakan shaum di bulan Ramadhan dengan sepenuh penghayatan, agar dapat memetik buah paling berharga, yaitu takwa.

Bacaan Lainnya

Bahkan, Ramadhan dikatakan sebagai bulan sebaik-baiknya kesempatan untuk banyak beramal saleh. Hal ini disebabkan oleh janji Allah akan memberikan imbalan terbaik pada umat yang menjalankannya.

Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa melakukan puasa di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Ahmad no. 6979).

Dr. Amalia Nur Milla, M.P1
Dr. Amalia Nur Milla, M.P1

Namun sayangnya, bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi bulan pelatihan mengendalikan diri terlebih dalam menjaga hawa nafsu, justru kebanyakan dari kita tak sadar malah terjebak dengan nafsu mata ketika melihat makanan untuk berbuka dan sahur.

Kalap membeli banyak bahan makanan untuk persediaan selama Ramadhan dan makanan siap santap (siap konsumsi). Keyakinan masyarakat yang akan bisa menghabiskan semua menu karena merasa telah menahan lapar sejak waktu subuh hingga terbenamnya matahari, justru sebenarnya adalah boomerang.

Akibatnya, persediaan menumpuk, bahan makanan yang berlebih, daging, ikan, sayuran, cabai, bawang, dan kebutuhan makanan lainnya sudah dipersiapkan bahkan stok hingga lebaran dan pasca lebaran masih mencukupi, makanan banyak tersisa, tidak terkonsumsi.

Dikutip dari Harian Republika online (2022) bahwa jumlah timbunan sampah di Indonesia mencapai 29,8 juta ton sepanjang 2021. Dari jumlah tersebut, 17,54 persennya merupakan sampah plastik.

Adapun sumber sampahnya berasal dari rumah tangga sebesar 40,88 persen. Pada tahun 2022, sampah makanan naik sebesar 30% pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu, alangkah lebih bijak bagi umat Islam untuk menghindari perilaku yang mengarah pada jatuhnya kriteria kita sebagai orang yang berkontribusi menambah food waste dan food loss.

Kita harus bisa menyiasati dan menganalisis kebutuhan makanan agar lebih maksimal digunakan, sehingga meminimalkan terjadi limbah sisa makanan (food waste) dan limbah bahan makanan (food loss).

Apa itu Food Loss dan Food Waste?

Sebelum membahas food loss dan food waste, mari kita membahas tentang sampah terlebih dahulu. Berdasarkan KBBI, sampah adalah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi.

Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah memiliki pengertian sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Secara umum, sampah dibagi ke dalam dua bagian yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah Organik adalah sampah yang berasal dari sisa makhluk hidup yang mudah terurai secara alami tanpa proses campur tangan manusia. Salah satu contoh sampah organik yakni sisa buah dan sayur, ampas teh/kopi, ranting pohon, dan limbah kayu.

Selain sampah organik terdapat sampah anorganik yaitu sampah yang sudah tidak dipakai lagi dan sulit terurai. Sampah anorganik yang tertimbun di tanah dapat menyebabkan pencemaran tanah. Contoh sampah anorganik seperti bekas kemasan plastik, botol dan sedotan plastik, kaleng minuman, kresek dan semacamnya.

Salah satu sampah organik yang saat ini menjadi trending topik adalah “sampah makanan (food wastage)”. Menurut The Economist Intelligence Unit, Indonesia merupakan penyumbang sampah makanan terbesar kedua di dunia. Food wastage dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kehidupan manusia, misalnya menyebabkan kelaparan. Sedangkan menurut Global Hunger Index, tingkat kelaparan di Indonesia berada di tingkat serius. Artinya, dalam dinamika masyarakat, terdapat satu kalangan yang serba berkecukupan bahkan kerap membuang makanan, di sisi lain terdapat orang-orang yang kelaparan dan membutuhkan sesuap nasi untuk bertahan hidup.

Food wastage terdiri dari 2 bagian, yakni food loss dan food waste. Jenis sampah makanan ini memiliki perbedaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Food Loss

Food loss adalah sampah makanan yang berasal dari bahan pangan basah seperti sayuran, buah-buahan atau makanan yang masih mentah, tetapi sudah tidak bisa diolah menjadi makanan. Umumnya bahan makanan ini akan dibuang begitu saja. Food loss menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan bahan makanan untuk memasak.

Di Indonesia sendiri kasus food loss sudah kerap terjadi. Beberapa penyebab food loss adalah sebagai berikut.

Turunnya harga produk, sehingga para petani tidak memanen hasil panennya/membuang hasil panennya yang masih segar.

Mutu produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan mutu produk yang diinginkan pasar sehingga produk tidak laku terjual.

Proses penanganan pascapanen (penyimpanan, penanganan, pengemasan) yang kurang tepat sehingga produsen membuang bahan pangan tersebut.

Kurangnya permintaan konsumen di pasar.

Perilaku yang kurang bijak dalam membeli bahan makanan dan makanan yang akhirnya bahan makanan tersebut membusuk di tempat penyimpanan (kulkas).

Ibu rumah tangga sebagai konsumen bahan makanan dan makanan yang paling banyak seharusnya dapat membuat planning yang lebih baik sebelum membeli bahan makanan. Dengan adanya perencanaan, maka bahan makanan tersebut dapat digunakan sesuai takaran dan kebutuhannya, sehingga tidak ada yang terbuang.

Food Waste

Food Waste adalah makanan yang siap dikonsumsi oleh manusia, tetapi akhirnya dibuang begitu saja. Hal ini menjadikan adanya penumpukan makanan di tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Food waste yang menumpuk di TPA menghasilkan gas metana dan karbondioksida.

Lebih jauh, dua senyawa tersebut tidak sehat untuk bumi, bahkan berpotensi merusak lapisan ozon yang berfungsi menjaga kestabilan suhu di bumi. Maka, jika kestabilan suhu di bumi menjadi terganggu, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemanasan global dan kenaikan permukaan air laut akibat dari mencairnya es di bumi.

Beberapa penyebab food waste adalah sebagai berikut.

  • Tidak menghabiskan makanan
  • Makan tidak sesuai dengan porsi makananmu.
  • Membeli atau memasak makanan yang tidak kalian sukai.
  • Gaya hidup (gengsi) menghabiskan makanan di depan orang ramai.

Untuk mengurangi jumlah food loss dan food waste, salah satu cara yang paling mudah untuk dilakukan yaitu adalah mindful dalam konsumsi makanan dan dengan menghabiskan makanan yang terhidang di piring secara menyeluruh.

Ramadhan Bulan Tarbiyah

Ramadhan juga disebut bulah tarbiyah, bulan pendidikan. Ibadah puasa memiliki beberapa nilai pendidikan, yaitu  sebagai berikut.

Tarbiyah Ilahiyah, ibadah puasa merupakan pendidikan Allah, Allah SWT mendidik manusia melalui ibadah puasa, jangan sampai manusia menjadi “Syarrul Bariyyah” (QS 98:6 ) yakni sejelek-jelek manusia, dilatih dengan ibadah puasa  agar membentuk manusia menjadi “Khairul bariyyah” yakni sebaik-baik makhluq (QS 98:7).

Puasa merupakan bulan latihan untuk mengasah sifat Rububiyah yakni sifat ke-Tuhanan, seperti kasih sayang, pema’af, pemberi, penolong, penyantun, bijaksana, dan sifat-sifat baik lainnya.

Puasa juga merupakan Tarbiyatul Iradah, yaitu pendidikan kehendak, kemauan, keinginan. Sebagai manusia, kita memiliki banyak kehendak, kemaua, dan keinginan yang banyak. Jika tidak berpedoman pada aturan Allah, maka keinginan manusia dapat merugikan kehidupannya.

Melalui ibadah puasa, kita dapat menyesuaikan kehendak, kemauan dan keinginan tersebut agar sesuai dan tidak bertentangan dengan syariát Allah dan Rasul-Nya. Melalui tarbiyatul iradah dalam ibadah puasa, kita dapat mengendalikan keinginan naluriyah seperti makan, minum, berhubungan dengan suami istri dalam waktu tertentu (selama puasa), serta hal lain yang menjadi larangan Allah SWT selama menjalankannya.

Tabiyah Nafsiyah, yakni puasa merupakan pendidikan nafsu manusia. Menurut petunjuk Al-Qur’an, manusia memiliki tiga nafsu, yaitu:

Nafsu Muthmainnah: nafsu yang tenang, baik, senantiasa mendorong kepada kebaikan, sehingga kelak akan mendapat panggilan terhormat dari Allah:

يَٰأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ

Hai jiwa yang tenang (Q.s.Al-Fajr [89]: 27)

Nafsu Law-wamah: nafsu yang menyesali, serakah, rakus, senantiasa mendorong kepada keinginan yang melampaui batas, sebagaimana firman Allah:

وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)

(Q.s.Al-Qiyamah [75]: 2).

Nafsu Amara bissu’: nafsu yang senantiasa mendorong kepada kebebasan dalam melakukan maksiyat dan kedurhakaan, sebagaimana firman Allah:

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (Q.s.Yusuf [12]: 53).

Demikian makna tarbiyah di bulan ramadhan. Pengamalan makna pendidikan dan pembelajaran ini terasa sangat ideal dan universal dalam mendidik seseorang agar menambah  keimanan serta taat melaksanakan ibadah puasa, untuk menghasilkan lulusan hamba terbaik yakni Muttaqin.

Fenomena terbuangnya makanan secara percuma telah menjadi isu global, baik food loss maupun food waste. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), ada 1,3 ton makanan yang dibuat setiap tahunnya.

Sampah makanan yang menumpuk tentu akan membusuk dan menghasilkan gas metan yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya pemanasan global. Di beberapa negara dengan penduduk mayoritas muslim, kondisi yang sama juga telah menjadi isu nasional. Jumlah sampah makanan meningkat pesat, terutama pada bulan Ramadan.

Fakta tersebut seharusnya menjadi perhatian khusus bagi kita sebagai umat Islam, sebab kondisi food waste sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

كُلُوْا وَا شْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا ۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

“… makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 31)

Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkannya dimakan setan.” Dan beliau menyuruh kami untuk menjilati piring. Beliau bersabda, “Karena kalian tidak tahu makanan mana yang membawa berkah.” (HR. Muslim no. 3795)

Mari, kita ubah kebiasaan buruk di bulan suci Ramadan dengan menjaga hawa nafsu. Berikut  solusi untuk menahan diri secara tidak sadar sedang berkontribusi dalam peningkatan food waste, yakni sebagai berikut.

Memperkirakan Porsi Makanan

Alasan timbulnya food waste adalah karena porsi makanan yang berlebihan, maka untuk meminimalkan sisa makanan yakni dengan dengan memperkirakan porsinya. Pastikan kita makan sesuatu sampai habis, sehingga bisa mengambil secukupnya.

Membuat Daftar Belanja

Adanya daftar belanja akan membuat pengeluaran terarah, sehingga tidak mudah tergoda untuk membeli makanan di luar rencana.

Lakukan Food Preparation

Hal ini berguna untuk menentukan seberapa banyak bahan yang harus dibeli, kemudian lakukan penataan agar lebih mudah dalam pengolahannya. Hal ini akan membantu kita untuk mengurangi sampah yang tidak berguna dan memaksimalkan masakan yang akan dibuat agar bisa dihabiskan.

Membagikan Makanan

Apabila persediaan makanan terlalu banyak, alangkah lebih baiknya untuk menyisihkan sebagian dan diberikan pada orang lain/tetangga.

Memanfaatkan food waste menjadi kompos dan food loss menjadi ecoenzym

Sisa makanan yang berbahan nabati bisa dijadikan kompos, sementara bahan makanan  berupa sayuran dan buah-buahan dapat dijadikan ecoenzym dan pupuk organik cair (POC).

Kompos bisa dibuat dengan mengompos di lubang yang digali di tanah atau memakai tong komposter. Sedangkan ecoenzym dapat dibuat dengan memanfaatkan botol bekas air mineral.

Semoga bulan Ramadhan 1444 H, ini menjadikan kita memiliki kebiasaan yang lebih baik dari sebelumnya. Tidak hanya perihal menjaga diri dari godaan hawa nafsu, melainkan juga berusaha sebaik mungkin untuk menjaga bumi dan lingkungan tempat kita tinggal.

Dengan demikian, kita sebagai umat islam bisa mengimplementasikan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya, khususnya perilaku kita dalam menjaga lingkungan dengan menjaga diri dari hawa nafsu yang berlebihan terhadap makanan.

Umat islam wajib menanamkan niat pada diri untuk berusaha menjaga lingkungan sebagai bagian dari ibadah kita kepada Allah SWT. Semoga Allah menerima amal ibadah shaum Ramadhan kita dan menjadikan kita insan yang dapat meraih taqwa. Aamiin. Mari kita sosialisasikan melalui Green Ramadhan dan Ngaji lingkungan. (*)

Pos terkait