Jelang Ramadan di Sukabumi, Ziarah Kubur Sudah jadi Tradisi

Ziarah-Kubur

SUKABUMI – Kebiasaan kebanyakan masyarakat muslim Indonesia melakukan nyekar atau ziarah kubur sebelum memasuki Ramadan, ternyata merupakan tradisi yang baik. Tradisi ini dinilai merupakan hal baik karena dampat menjadi pengingat seseorang akan kematian.

“Tradisi ziarah kubur merupakan kebiasaan masyarakat Indonesia untuk berterima kasih kepada orang yang dinilai berjasa besar bagi seseorang atau orang banyak,” ucap Ketua Tiga Membawahi Komisi Fatwa, Hukum dan Perundang-undangan MUI Kota Sukabumi, Apep Saepulloh kepada Radar Sukabumi, Minggu (27/3).

Bacaan Lainnya

Terkait kebiasaan nyekar yang juga berarti menabur bunga di makam seseorang saat ziarah kubur, bukan menjadi perilaku yang dilarang Islam.

Hal ini karena diqiyaskan tindakan Nabi Muhammad SAW yang pernah menancapkan pelepah kurma yang memiliki aroma khas ke kuburan seseorang.

“Karena itu, saat nyekar disunahkan meletakan pelapah kurma yang hijau di atas kuburan karena mengikuti apa yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

Sebab, bisa meringankan siksaan mayit berkat tasbih pelapah kurma tersebut. Namun karena di Indonesia tidak ada pohon kurma, sehingga bisa digantikan dengan kembang yang masih segar,” ujarnya.

Apep mengulas, saat seseorang meninggal semua amal perbuatannya putus kecuali salah satunya doa anak soleh yang mendoakan orang tuanya. “Karena itu, saat ziarah kubur doa dari anak kepada orang tuanya akan langsung sampai,” ucapnya.

Menurutnya, ziarah kubur atau nyekar bisa dilakukan kapan saja sehingga tidak harus dilakukan saat menjelang Ramadan saja, tetapi bisa dilakukan di waktu biasa.

“Ziarah kubur ini bisa dilakukan kapan saja. Tetapi, karena mungkin masyarakat di waktu biasa sibuk dengan aktivitasnya sehingga menyempatkan waktu berziarah saat menjelang Ramadan,” papar Apep.

Di tempat terpisah, salah seorang penziarah di TPU Taman Bahagia, Geri (30) mengatakan, ia beserta keluarganya melaksanakan tradisi nyekar menjelang Ramadan ini rutin setiap tahun.

“Ziarah ke makam orangtua. Kalau mau menjelang bulan puasa kami kan harus ziarah. Banyak yang ziarah ke luar, seperti ke makam para Wali. Masak orangtua yang dekat kenapa enggak diziarahi.

Terpenting menomorsatukan orangtua dulu. Sudah biasa setiap tahun ziarah begini, nanti juga mau lebaran ziarah lagi,” imbuhnya.

Banyaknya warga yang datang untuk berziarah, membuat kunjungan ke tempat pemakaman umum meningkat dua kali lipat. Jika pada hari biasanya tempat pemakaman umum tampak sepi dari peziarah, kini justru padat peziarah yang datang tidak hanya dari dalam kota, namun juga dari luar kota.

“Saya bersama istri datang ke makam ibu untung mendoakannya dan sekaligus membersihkan makamnya,” bebernya.

Sementara itu, penziarah lainnya di TPU Ciandam asal warga Kota Paris, Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cikole, Neneng (42) mengaku bersyukur sudah bisa kembali melakukan berziarah kepada orang tuanya.

Sebab, selama pendemi Covid-19 sudah dua tahun hanya bisa berdua di rumah. “Saat ini kami bersama keluarga melaksanakan ziarah kubur untuk mendoakan ibu saya. Kalau tahun sebelumnya hanya berdoa di rumah saja karena masa pandemi,” pungkasnya. (bam)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *