Ratusan Hektar Sawah di Cikembar Terlantar, Ini Penyebabnya

TERLANTAR : Petugas Desa Parakanlima bersama petani saat meninjau lokasi lahan pesawahan di Kampung Cigarung, Desa Parakanlima, Kecamatan Cikembar.

CIKEMBAR — Ratusan hektare lahan pesawahan di Kedusunan Leuwiliang, Cigarung dan Kedusunan Babakan serta Kedusunan Cijolang, Desa Parakanlima, Kecamatan Cikembar, kini kondisinya terlantar. Pasalnya, bendungan air Leuwikawung yang berfungsi untuk mengairi lahan pesawahan warga tidak berfungsi secara maksimal setelah diterjang bencana banjir bandang pada beberapa tahun lalu.

Akibat jebolnya bendungan tersebut, kini ratusan hektare lahan pesawahan warga tidak bisa ditanami padi. Lantatan, air yang berasal dari sungai Cimandiri tidak sampai ke lahan pesawahan warga.

Bacaan Lainnya

Kepala Desa Parakanlima, Mirwanda kepada Radar Sukanumi mengatakan, bendungan Leuwikaung yang berada di Kampung Cisalak, Kedusunan Leuwiliang, Desa Parakanlima, Kecamatan Cikembar ini, telah dibangun melalui swadya warga setempat.

“Bendungan ini, dibangun dengan peralatan seadanya. Seperti menggunakan batu, bambu, beronjong sepanjang 30 meter,” kata Mirwanda kepada Radar Sukabumi, Senin (22/03/2021).

Menurutnya, hampir setiap tahun bendungan Leuwikaung itu, jebol diterjang bencana banjir bandang dari sungai Cimandiri, khususnya saat musim hujan dengan intensitas tinggi. “Iya, mau tidak jebol bagaimana bendungan Leuwikaung ini, karena dibangunnya hanya seadanya saja,” paparnya.

Saluran bendungan Leuwikaung ini, ujar Mirwanda, merupakan akses vital warga dalam mengairi lahan pertaniannya. Berdasarkan data yang tercatat di pemerintah Desa Parakanlima, Kecamatan Cikembar, saluran bendungan itu untuk mengairi lahan pesawahan sekitar 150 hektare. “Ratusan hektare ini, berada di empat kedusunan. Yakni, Kedusunan Leuwiliang, Cigarung dan Kedusunan Babakan serta Kedusunan Cijolang,” tandasnya.

Akibat jebolnya bendungan Leuwikaung ini, kini ratusan hektare lahan pertanian sudah tidak bisa ditanami padi sebagaimana mestinya. Kondisi tersebut sudah berlangsung sekitar satu tahun lebih. “Iya, sudah tiga musim para petani di empat kedusunan itu, tidak bisa bercocok tanam. Kalau pun dipaksakan mereka kabanyakan mengalami kerugian. Lantaran, hasil panennya tidak maksimal,” bebernya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *