Tentang Guru

Dudung Nurullah Koswara
Dudung Nurullah Koswara

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Guru Dan Ketua PB PGRI)

Sejumlah orang di struktur PGRI bisa saja menganggap Saya aliran guru murni. Narasi yang selalu Saya pompakan adalah pentingnya para guru aktif di PGRI. PGRI adalah rumah guru sesuai pasal 41 UUGD. Beberapa tidak nyaman dengan narasi persuasi yang Saya tawarkan. Terutama yang bukan GTK dan bahkan politisi. Namun disisi lain sejumlah anggota mengatakan wajar dan normal, karena Saya sebagai genuine guru.

Bacaan Lainnya

Darah guru Saya memang genuine. Saya guru keturunan, keturunan guru. Ibu Saya guru, Kakak terbesar Saya guru, adik bungsu Saya guru. Waktu dikandungan sembilan bulan Saya sudah masuk ruang kelas 1 SD. Sebelum lahir Saya sudah menghirup suasana sekolahan, kumpulan guru berdiskusi dan bau aroma baju PGRI yang Ibu Saya kenakan. Kini “aroma guru” itu setiap hari bersama Saya. Siang Saya menjadi guru, malam Saya tidur bersama seorang guru.

Nafas Saya guru. Saya guru genuine dengan segala kekurangannya. Guru genuine itu guru murni, murni guru. Bukan guru yang sudah menjadi kepala sekolah atau pengawas. Guru yang sudah jadi kepala sekolah dan pengawas sudah bukan guru murni. Ia sudah sukses naik karir dengan tugas utama sebagai manajer dan pengawas. Kepala sekolah dan pengawas sekolah adalah pelayan guru langsung, bukan pelayan langsung bagi anak didik.

Kepala sekolah adalah pimpinan satuan pendidikan. Pengawas sekolah adalah “mengawasi” membina sekolah atau sejumlah sekolah. Guru murni adalah pembina, pengawas dan manajer ruang kelas. Guru lebih menekankan pendekatan pedagogik pada entitas layanan para anak didik. Kepala sekolah dan pengawas lebih pada pendekatan andragogik kepada guru dan para kepala sekolah.

Guru murni itu mendidik dan mengajar anak didik. Guru itu objek layanannya anak didik, orang yang belum dewasa. Beda dengan kepala sekolah dan pengawas sekolah, objek layanan langsungnya adalah orang dewasa yakni guru dan para kepala sekolah. Dulu kepala sekolah itu guru yang mendapat tugas tambahan dan masih diberi tugas KBM 6 jam. Kini tidak lagi punya tugas KBM, kecuali darurat.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang menyebutkan ketentuan kepala sekolah tidak lagi wajib mengajar untuk pemenuhan syarat tunjangan profesi. Dalam PP Nomor 19 Tahun 2017 itu disebutkan, beban tugas kepala sekolah meliputi tugas manajerial, pengembangan kewirausahaan, serta supervisi guru dan tenaga kependidikan.

Bila kita maknai dengan baik kepala sekolah hakekatnya sudah bukan guru lagi. Bahkan kebijakan baru nanti kepala sekolah dan pengawas sekolah tidak akan mendapatkan TPG lagi. TPG hanya untuk guru. Kepala sekolah dan pengawas sekolah akan mendapatkan tunjangan jabatan yang lebih besar dari TPG. Ciri kepala sekolah dan pengawas sudah bukan guru lagi, adalah rencana mereka tidak akan lagi mendapatkan tunjangan profesi guru karena sudah bukan guru lagi.

Siapa guru? Sesuai definisi dari UURI No 14 Tahun 2005 dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Melayani peserta didik. Kepala sekolah dan pengawas sudah tidak lagi secara langsung melayani anak didik. Tidak ada kepala sekolah dan pengawas rutin mengajar di ruang kelas dihadapan anak didik. Hanya guru dan identik sebagai guru murni yang rutin ngajar di ruang kelas.

Pemerintah, Kemdikbud, pemerintah daerah, Disdik, KCD, pengawas, kepala sekolah adalah pelayan dua entitas terpenting di negeri ini. Tiada lain adalah anak didik dan pendidik. Tiada lain adalah guru dan siswa. Kepala sekolah adalah mendikbud kecil yang harus melayani para guru dan anak didik agar tercipta pemelajaran yang efektif, interaktif, kreatif, inovatif bahkan disruptif. Ujung dari proses pendidikan itu terlahirnya lulusan yang berkarakter dengan akhlak mulianya.

Lahirnya generasi atau lulusan berakhlak mulia, terampil dan berprestasi pasti terlahir dari layanan guru yang dikelola pemerintah dengan baik. Bila entitas guru dilayani oleh pemerintah dengan baik, penuh kemudahan dalam meningkatkan kompetensi, sejahtera dan terlindungi maka layanan pada anak didik pasti lebih baik. Bila guru masih ribet administrasi, politisasi dan dieksplorasi maka sulit mencapai tujuan pendidikan nasional.

Simpulan! Sukses pendidikan ditentukan bukan oleh Presiden, Mendikbud dan Dirjen GTK. Namun ada tiga entitas yang sangat menentukan sukses pendidikan. Kalau dalam pemerintahan ibarat LEY (Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif). Legislatif adalah para guru dengan “dapil” atau “konstituen” adalah anak didik. Eksekutif adalah para kepala sekolah dengan dewan guru sebagai pasukan birokrasi layanan pemelajaran. Yudikatif adalah para pengawas sekolah yang mengawasi tumbuh kembang sekolahan.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *