ARTIKEL

Hardiknas Dan Hardiklas

×

Hardiknas Dan Hardiklas

Sebarkan artikel ini
Dudung Nurullah Koswara

Oleh : Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd.
(Ketua DPP Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia)

Secara makro kita, bangsa Indonesia rutin setiap tahun memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Hardiknas diperingati berkaitan dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, tanggal 2 Mei tahun 1889.

Hardiknas selalu membawa spirit suksesi pendidikan nasional kita. Termasuk Hardiknas tahun 2023 dengan tema “Bergerak Bersama, Semarakkan Merdeka Belajar”. Bergerak bersama, spirit gotong royong dan semarak Merdeka Belajar, berspirit pembebasan.

Kalau kita mau jujur, bangsa Indonesia ke depan dan tujuan pendidikan nasional, tidak ada kaitan dengan ritual Hardiknas. Ritual Hardiknas yang mainstream diadakan setiap tahun, di lapangan, di sekolahan, di kantor-kantor, adalah kebiasaan yang ritualistik.

Namun ada satu hal yang aktualistik dan pragmatik, sesuai kebutuhan pendidikan kita, yakni “Apa yang terjadi di ruang kelas”. Hardiknas adalah ritual dan Hardiklas adalah aktualitas layanan pendidikan yang sebenarnya. Hardiklas adalah “Hari Pendidikan Setiap Hari di Ruang Kelas”.

Semoga spirit perayaan Hardiknas secara makro mampu memberi kontribusi implementatif pada ruang mikro, di ruang-ruang kelas. Hardiknas adalah ritual tahunan, cenderung formalistik. Namun Hardiklas adalah rutinitas mikro yang sebenarnya adalah inti dari kejayaan masa depan bangsa.

Apa yang terjadi dalam ritual Hardiknas tidak lebih strategis dari apa yang terjadi dalam Hardiklas, hari-hari di ruang kelas. Sungguh ruang kelas sangatlah sakral bila dilihat dari kepentingan masa depan bangsa, jauh melintasi formalitas ritual Hardiknas.

Mendikbud Nadiem Makarim sangat memahami betapa pentingnya ruang kelas dalam menciptakan proses belajar terbaik. Spirit Merdeka Belajar dan puluhan episode tema penguatan projek Merdeka Belajar, esensinya adalah memberi penguatan layanan pendidikan. Khususnya di ruang kelas. Sekali lagi, apa yang terjadi di ruang kelas adalah apa yang akan terjadi dengan masa depan bangsa kita.

Mari kita breakdown Hardiknas menjadi Hardiklas. Segala tujuan dan impian ideal pendidikan nasional, implementasinya dimulai dari ruang-ruang kelas. Kembali pada apa yang terjadi di ruang ruang kelas, plus apa yang dilakukan para guru-guru terbaiknya.

Ada dua warga negara paling istimewa di negeri ini dan di bangsa mana pun. Warga negara itu adalah anak didik dan guru. Dua warga negara ini harus terus mendapatkan perhatian prioriti di atas warga negara yang lain. Ini bukan narasi subjektif, melainkan argumentasi objektif.

Bila Kaisar Jepang pernah menanyakan jumlah guru yang tersisa dari bencana Perang Duni ke 2, ini menjelasakan memang anak didik dan guru adalah “pasukan masa depan yang sebenarnya”. Kaisar Jepang tidak menanyakan berapa jumlah prajurit pasukan perangnya.

Artinya pertahanan, kedaulatan dan kehormatan bangsa, ada di tangan anak didik dan guru-gurunya. Asbab anak didik terbaik, guru terbaik maka akan lahir SDM terbaik yang akan menentukan kedaulatan dan kehormatan masa depan sebuah bangsa. Sekali pun pernah hancur, sebuah bangsa masih bisa dibangkitkan dengan anak didik dan guru.

Bukankah Ki Hajar Dewantara, Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Bung Syahrir, Hamka dan Agus Salim adalah berawala dari anak didik, plus mereka pun menjadi guru bangsa. Bukankah asbab keberadaan mereka, yang pernah menjadi anak didik dan guru, bangsa ini akhirnya bisa merdeka?

Bukankah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus tahun 1945 di kumandangkan seorang mantan anak didik, bernama Bung Karno dan Bung Hatta? Bukankah Bung Karno dan Bung Hatta mewakili ribuan anak didik lainnya, yang sempat belajar di ruang kelas?

Tanpa golongan pelajar, mahasiswa, cendikiawan, santri kemerdekaan tidak akan tercapai. Merekalah diantara kekuatan bangsa, kekuatan sebenarnya kekuatan. Semua orang hebat, tidak keluar dari lubang batu. Semuanya dapat dipastikan keluar dari dunia sekolahan, dunia ruang kelas, dunia proses belajar.

Dunia ruang kelas adalah dunia sakral, lebih sakral dari ritual Hardiknas. Ritual Hardiknas adalah ritual tahuan, giatnya tahunan. Dunia ruang kelas, dunia Hardiklas adalah dunia keseharian para calon penghuni masa depan dibimbing dan dibesarkan.

Saya sering menyidir bahwa guru yang berangkat menuju ruang kelas, disiplin, tepat waktu, mengajar dan mendidik menyenangngkan, lebih baik dari guru yang berangkat melaksanakan ritual ke tanah suci. Mengapa? Karena mendidik dan melayani anak didik adalah diantara ibadah terbaik dari semua ibadah yang kita lakukan.

Alasan lainnya adalah “melayani” orang lain, apalagi anak didik, jauh lebih utama dari melayani kepentingan pribadi dalam sebuah ritual. Kepentingan ummat, kepentingan anak didik dan masa depan bangsa, lebih utama dari kepentingan ritualitas pribadi. Nabi Muhammad SAW, saat wafat mengucapkan, “ummati, ummati, ummati”.

Ajaran agama mengajarkan kebersamaan, gotong royong, kolaborasi dan bergerak bersama, wujudkan semarak Merdeka Belajar. Ini sangat sesuai dengan tema yang digagas Kemdikbud Ristek. Ujungnya akan lahir bangsa merdeka yang dicetak di ruang kelas, yakni terlahirnya Profile Pelajar Pancasila.(*)