Domba Malang dan Apel Merah

Handi-Salam
Handi-Salam

CERITA Pendek banyak digemari anak-anak, terlalu panjang tentu membuat bosan. Terbukti dengan karya Aesop, atau Aesopica seorang filsuf Yunani kuno yang hidup antara 620-560 sebelum Masehi dengan fabelnya yang terkenal. Terlihat sepele, tapi jika masuk dalam alur ceritanya sangat dalam. Contoh saja soal cerita Domba yang ingin memakan apel yang menggiurkan lidah, tetapi tidak kesampaian hingga menganggap rasa apel itu pahit dan masam.

Melompat, melompat lagi sampai badan domba letih untuk menggapai apel yang merah itu. Berputar mengelilingi pohon tetap saja ia tak bisa menggapainya. Ia duduk, berdiri, lalu mengeliling pohon lagi sambil mencari cara memetik Apel. tenaganya terkuras. Hingga lidahnya menjeleh, matanya nanar, Apel itu tak kunjung jatuh agar ia bisa memungutnya.

Bacaan Lainnya

Domba malang itu pun kemudian pergi dengan penasaran yang menggantung. Ia pun sampai pada asumsi bahwa mungkin saja Apel itu kecut. Sehingga jika pun ia bisa menjangkaunya, kalau saja ia punya leher yang bisa memanjang seperti jerapah, apabila ia punya sayap sehingga bisa meloncat menggapainya, perjuangannya mubazir karena setelah capek-capek memetik Apel itu, toh ia tak akan memakannya juga.

Domba itu pun percaya kepada pikirannya sendiri. Ia terhibur oleh kesimpulan dari asumsi yang belum ia buktikan. Maka, selama hidupnya itu ia berpikir bahwa Apel di semua pohon di seluruh dunia berasa masam. Apa yang dilihatnya begitu menggiurkan, tak sesuai dengan apa yang akan ia rasakan jika berhasil meraihnya. Kepada anak-anaknya ia mewariskan sebuah pepatah “tak semua yang membuatmu terlihat menyenangkan akan menggembirakan.” Kebajikan bagus yang lahir dari asumsi yang keliru.

Seperti Domba itu. Ia mengutuk tubuhnya, ia menyalahkan takdir tak diberi leher sepanjang jerapah atau tak diberi sayap seperti burung. Barangkali ia juga menyalahkan Tuhan karena menciptakan buah yang menggiurkan tapi tak bisa dijangkau oleh binatang seperti dirinya. Jadi, buat apa Tuhan menciptakan semua ini?

Jika saja Domba itu mau menimbang kembali upaya, takdir, dan kenapa Tuhan menciptakan pohon Apel yang tinggi sehingga tak bisa dijangkaunya, mungkin ia akan menemukan cara menemukan Apel lain, alih-alih menyimpulkan semua Apel berasa masam di seluruh dunia. Ia akan berhenti pada keraguan Apel-Apel itu punya kemungkinan masam dan manis hingga ia mendapat bukti, katakanlah, ia menemukan Apel yang pohonnya roboh  mejalar

ke sebuah gawir sehingga ia bisa memetik dan memakannya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *