Eks Pengemudi Arnes Shuttle Tuntut Upah dan Pesangon, Disnaker Tak Berhasil Mediasi ?

Eks Pengemudi Arnes Shuttle
Perwakilan eks pengemudi Arnes Shuttle saat di Kantor Disnaker Kota Bandung. (foto: Sol/Radar Bandung)

BANDUNG – Perusahaan Arnes Shuttle salah satu moda transportasi antar kota tuai tuntutan dari para eks pengemudinya. Pasalnya, pihak Arnes Shuttle dibawah naungan PT Niaga Handal Cemerlang (NHC) hingga saat ini kunjung memberikan upah dan pesangon.

Akibatnya, puluhan eks pengemudi Arnes Shuttle mengadukan nasib mereka ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bandung. Mereka berharap pihak Disnaker dapat menjembatani permasalahan tersebut.

Bacaan Lainnya

Untuk ketiga kalinya pihak Disnaker Kota Bandung, berupaya mempertemukan sejumlah perwakilan pengemudi dengan pihak Arnes Shuttle. Namun, hingga saat ini belum membuahkan hasil.

Para eks pengemudi Arnes Shuttle, diwakili pengacara Irfansyah W Darmawan. Dia (Irfansyah) memperjuakan hak-hak para pengemudi berupa upah dan pesangon yang layak dari Arnes Shuttle.

Menurut Irfansyah, banyak pekerja (eks pengemudi) Arnes Shuttle, tidak mendapatkan haknya sesuai regulasi. “Kami memperjuangkan sekitar 60 karyawan lain terkait upah. Para pengemudi ini juga tidak mendapatkan BPJS,” ungkapnya, dikutip Radar Bandung (Network Radar Sukabumi), Kamis (7/3/2024).

Ditegaskan Irfansyah, kliennya ada yang sudah bekerja sejak 2018 dan 2019, tapi haknya belum terpenuhi hingga saat ini. Karena itu, pihaknya meminta Disnaker Kota Bandung bisa menjembatani, namun belum ada titik temu.

“Sedangkan dari pihak (perusahaan) Arnes Shuttle belum ada penjelasan terkait permasalahan tersebut,” ujarnya.

Sementara itu, Asep, perwakilan eks pengemudi mengaku, telah bekerja sejak 2018. Ia bersama puluhan rekan lainnya tidak mendapatkan hak sesuai perundang-undangan tenaga kerja, terkait soal gaji dan THR.

“Pada Mei-November 2023 lalu, kami masih bekerja tapi pemberitahuan tiba-tiba kami diberhentikan. Yang menjadi pertanyaan, untuk apa kami disuruh memperpanjang SIM pada Juli 2023 kalau sudah tidak dipekerjakan lagi,” tandas Asep.

Dikatakannya, sebagai pengemudi, mereka dibayar berdasarkan trayek atau istilahnya ritase, bukan berdasarkan umur. “Kalau pengemudi jalan dibayar, kalau enggak jalan ya enggak dibayar dan tergantung jarak,” ungkapnya.

“Kalau saya sendiri misalnya rute Bandung-Sumedang pulang pergi, dibayar Rp85 ribu atau sekitar Rp1500 per kilometer,” ucap Asep menambahkan.

Asep menegaskan, bahwa yang menjadi tuntutan mereka adalah uang pesangon dan THR yang selama beberapa tahun ini diterima, sangat jauh dari harapan.

“Awalnya THR hanya Rp300 ribu, tahun berikutnya naik menjadi Rp750 ribu dan tahun berikutnya lagi ada yang dapat Rp 1,5 juta. Tapi perusahaan tidak melihat masa kerja, jadi seperti tidak ada aturan,” terangnya. (Ron/ Sol)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *