Impian Dua Desainer Tunarungu setelah Tampil di Panggung Busana Internasional

Total, ada 20 desain yang akhirnya ditampilkan dalam ajang mode itu. ”Desain baju saya modelnya tertutup. Bukan baju muslim juga, tapi bentuknya sederhana,” ungkap Ninik dengan ditemani putrinya yang juga membantu dalam wawancara.

Ninik mengatakan, Gerkatin memang sangat aktif dalam pemberdayaan anggota. Misalnya, dengan menjual karya anggota melalui pameran, bazar, arisan, maupun online. Kebetulan, Ninik tidak hanya terampil membuat busana. Dia juga piawai membuat tote bag, dompet, seprai, mukena, sarung batal, dan lain-lain. ”Saya juga bisa nyulam,” kata dia sembari menunjukkan hasil sulamnya kepada Jawa Pos di kediamannya di kawasan Jakarta Selatan.

Kekurangan dalam pendengaran tak pernah menghalangi kemauan keras Ninik untuk mengembangkan keterampilan. Dia malah semakin termotivasi untuk membuktikan bahwa penyandang disabilitas pun bisa berkarya dengan baik. Demikian pula Puput –sapaan akrab Putri Permata Sari. Dia mulai belajar menjahit di usia 15 tahun. Saat masih duduk di bangku SMP. Kecintaan kepada dunia menjahit itu bisa dibilang ”warisan” dari ibu dan neneknya. ”Saya suka menjahit. Enak, bisa menjahit baju sendiri,” ungkap Puput dalam tulisan di kertas.

Sebelum mengikuti JMFW 2018, Puput punya pengalaman mengikutkan karyanya di Fashion Week Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI) 2005. Juga, Fashion Week Lasalle 2008. Sepuluh tahun kemudian, barulah dia kembali ikut serta dalam peragaan busana dengan skala yang jauh lebih besar: JMFW. Sehari-hari Puput yang mengenyam pendidikan D-3 Jurusan Desain ISWI Jakarta juga cukup produktif dalam melayani pesanan jahitan baju.

Jika desain pesanan sederhana, Puput yang masih lajang bisa menyelesaikan dua hingga tiga baju dalam sehari. Namun, kalau desain rumit, kadang dia butuh waktu dua hingga tiga hari untuk menggarap. ”Biasanya, yang pesan kerabat dan teman-teman. Ada yang datang langsung, ada yang lewat WhatsApp,” ungkap perempuan kelahiran 16 November 1980 itu.

Dalam perbincangan dengan Jawa Pos di kediamannya di kawasan Jakarta Pusat, Puput lebih sering menggunakan media tulis. Sebab, sesekali pesan yang disampaikan sulit ditangkap. Namun, itu sama sekali tak mengurangi keramahannya. Secara umum, menurut Ninik, latar belakang kawan-kawannya sesama difabel rungu terbagi menjadi dua macam. Yakni, tuli sejak lahir dan tuli akibat kecelakaan atau sakit. ”Suami saya juga tuli. Kami punya dua anak. Alhamdulillah, keduanya bisa mendengar,” ujar Ninik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *