Menapak Jalan, Mengulang 1979

JAKARTA–Jauh sebelum para bek Inggris merasakan betapa sulitnya menghentikan Diego Maradona di Piala Dunia 1986, Subangkit sudah mengalami. Susah payah menempel ketat ke manapun pemain kelahiran Lanus, Argentina, itu bergerak. “Bola seperti nempel di kakinya,” tutur Subangkit, mantan bek yang kini melatih Sriwijaya FC itu, kepada Jawa Pos dalam suatu kesempatan.

Pengalaman langka itu dirasakan Subangkit dkk di Piala Dunia Junior (kini Piala Dunia U-20) 1979 di Jepang. Itulah satu-satunya putaran final Piala Dunia yang dicicipi Indonesia di semua level. Di luar Piala Dunia 1938 ketika negara ini masih dijajah Belanda dan tampil dengan nama Hindia Belanda. Pengalaman serupa yang kini berusaha dibidik tim nasional (timnas) U-19. Jika minimal berhasil menembus semifinal Piala AFC U-19 yang dimulai hari ini, tiket ke putaran final di Polandia tahun depan bakal direbut.

Total ada 16 kontestan di Piala AFC U-19 yang memperebutkan empat tiket ke putaran final Piala Dunia U-20 tahun depan. Mereka terbagi ke dalam empat grup. Dan, Indonesia bersama Taiwan, UniEmirat Arab, dan Qatar berada di grup A. Lawan pertama Indonesia malam nanti di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, adalah Taiwan. Kemenangan tentu akan jadi bekal berharga mewujudkan impian ke Polandia.

Menapaktilasi jejak para senior mereka pada 1979. “Tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin tercapai,’’ kata Bambang Nurdiansyah, penyerang Indonesia di Piala Dunia U-20 1979. Di mata Bambang, Garuda Nusantara—julukan timnas U-19 Indonesia—punya materi memadai untuk mewujudkan mimpi. Nur Hidayat, Syahrian Abimanyu, Saddil Ramdani di antaranya sudah matang di klub masing-masing. Ada pula Egy Maulana Vikri yang kini merumput di Polandia.

Itu masih ditambah keuntungan psikis karena bermain di depan publik sendiri. “Tapi ingat dukungan itu bukan tekanan. Jadikan motivasi, suntikan semangat bertanding,’’ jelasnya. Di Piala Dunia Junior 1979, Indonesia lolos berkat “hadiah.” Sebab, pemilik tiket sesungguhnya, Iraq, menolak tampil karena turnamen disponsori produk minuman Amerika Serikat, musuh mereka.

Slot kosong jatuh kepada Korea Utara dan Kuwait yang sama-sama di posisi tiga Piala AFC U-19 1978. Tapi, dengan alasan yang sama, kedua negara itu juga enggan menggantikan Iraq. Jatah pun dialihkan ke negara-negara yang tersisih di perempatfinal, yaitu Arab Saudi, Bahrain, Iran, dan Indonesia. Seperti juga Iraq, Korea Utara, dan Kuwait, Arab Saudi, Bahraian, serta Iran juga menolak. Slot pun akhirnya jadi milik Indonesia.

Tampil sebagai kontestan dadakan, persiapan Indonesia pun tergolong minim. Buntutnya, mereka kesulitan bersaing di Jepang. Masing-masing kalah 0-5 dari Argentina, 0-6 dari Polandia, dan 0-5 dari Yugoslavia. Tapi, bagi Bambang, pengalaman itu tetap berharga. Sebab, bisa berduel melawan tim-tim kuat.

Juga merasakan menghadapi Maradona yang tujuh tahun berselang sukses mengantarkan Argentina menjuarai Piala Dunia 1986. “Kami jadi tahu bagaimana rasanya melawan tim yang benar-benar dipersiapkan matang melalui proses panjang,’’ katanya.

Bambang pun berharap, Garuda Nusantara bisa lolos lewat kemenangan demi kemenangan di lapangan. Bukan hadiah. Subangkit pun berharap demikian. Bermain di hadapan puluhan ribu suporter harus dimanfaatkan untuk bisa lolos ke babak selanjutnya. ’’Kalian itu tidak berjuang sendiri. Semangat dan fokus untuk menang,’’ paparnya.

Sementara itu, Pelatih timnas U-19 Indra mengatakan, timnya sadar harapan masyarakat sangat besar. Apalagi timnas U-16 yang sangat diharapkan lolos ke Piala Dunia tumbang di perempat final Piala AFC U-16 bulan lalu. ’’Harapan masyarakat yang besar juga jadi semangat kami. semoga dengan doa dan dukungan yang ada, kami bisa mewujudkan mimpi Indonesia untuk ke Piala Dunia,’’ harapnya.

 

(rid/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *