Konsep Sekolah Unggul Yang Religius, Nyaman dan Sejahtera

Robby M. Muharam
Sekertaris DPD Persatuan Ummat Islam (PUI) Kota Sukabumi /
Biro Kemahasiswaan dan Humas, Sekolah Tinggi Ekonomi Syari’ah Gasantara Sukabumi.

Penemuan-penemuan besar atau karya-karya besar di dunia seperti yang terlihat dan dirasakan saat ini berangkat dari keinginan dan obsesi yang besar. Demikian pula dalam hal pendidikan yang religius, nyaman dan sejahtera sebagai manifestasi dari sekolah unggul dilingkungan masyarakat khususnya ummat Islam. Untuk itu mewujudkan hal tersebut dibutuhkan beberapa hal.

Bacaan Lainnya

Pertama, terlebih dahulu harus memiliki gagasan besar. Tidak bisa memulai sekolah unggul tanpa memiliki gagasan dahulu. Gagasan besarnya yaitu menjadikan sekolah unggul sebagai dapur yang religius, nyaman dan sejahtera untuk mencetak masa depan ummat dalam segala bidang. Dapur yang menyediakan bahan, meracik hingga memproduksi atau menghasilkan sumber daya unggul yang siap mengisi posisi-posisi yang dibutuhkan ummat/masyarakat.

SDM unggul tersebut sejatinya untuk menghasilkan SDM yang lebih unggul lagi di masa depan. Tidak bisa mencetak manusia unggul tanpa memperhatikan perubahan zaman. Untuk itu, yang harus diperhatikan adalah perubahan-perubahan yang tengah terjadi baik skala nasional maupun lingkup global.

Kedua, mampu menjawab segala tantangan jaman yakni masalah ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) khusus dalam modernisasi dan industrialisasi yang dilihat arahnya akan dibawa kemana. Apakah dengan perubahan itu pendidikan yang kita kelola dan kembangkan itu akan tetap eksis atau justru hanyut dalam arus perubahan tersebut.

Jika mampu menjawab segala tantangan tersebut maka harus dilakukan evaluasi untuk mengetahui letak kelemahannya selanjutnya menyusun strategi baru dan memetakan masa depan peserta didik mau di bawa kemana nantinya.

Misalnya, memetakan untuk 10 atau 20 tahun kedepan lalu simpan peta masa depan itu ke meja kerja hari ini. Kemudian kita siapkan mutu design pendidikan dengan kejelasan visi dan misinya.

Tujuan dan programnya juga harus jelas jangan sampai visi misi itu hanya dibuat karena keinginan kita saja, contoh; mencetak generasi yang unggul, cerdas, dan kompetitif namun kenyataannya kita tidak mempunyai apa-apa. Menyiapkan SDM unggul, berkualitas dengan ide-ide cemerlang, “fasilitas tidak ada”, dengan visi misi hebat, maka itu bukan visi misi melainkan hanya keinginan saja. Visi misi itu harus betul-betul dianalisis dari mulai potensi, kekuatan, hingga masalah.

Visi, misi dan program ini harus berorientasi pada mutu bukan berorientasi pada administrasi dalam arti yang sederhana. Tapi harus benar-benar berorientasi pada mutu pembelajaran. Selama ini yang terlihat visi, misi dan program hingga manajemen pendidikan masih berorientasi pada segi atau persoalan administrasi saja bukan pada mutu pembelajaran.

Sebenarnya design sekolah-sekolah unggulan di masyarakat saat ini sudah ada, programnya seperti apa, pola kepemimpinannya seperti apa, gurunya seperti apa, bagaimana mencetak budaya belajar, proses belajarnya. Jika hanya berorientasi pada ijazah, maka tidak diperlukan visi dan misi. Untuk apa mencetak sekolah unggul jika hanya berorientasi pada ijazah dan angka-angka saja. Sekolah hanya membekali peserta didik dengan selembar ijazah.

Dimana seharusnya bagaimana mewarnai ijazah dengan profermen ketika anak didik lulus telah matang dengan keunggulan kompetitif, harus dengan kemampuan semua stake holder sekolah yang kreatif dengan bekerja lebih unggul dari yang lain, ‘jangan sampai pihak lain sudah sampai tujuan kita baru mau berangkat’.

Keunggulan kompetitif juga bermakna semangat untuk berada di depan. Dengan kemampuan profesionalitas dengan proses membaca dan belajar, tekad kuat untuk maju dengan komitmen tinggi untuk menjadi unggul.
Selanjutnya tatakelola jangan terjebak dengan aktifitas yang tidak asasi, hanya masalah-masalah teknis dan non teknis atau konflik kepentingan yang kontra produktif bagi kemajuan.

Celakanya, yang berkonflik itu suka berlindung dibalik ormas (organisasi profesi) atau partai politik, jadi seolah-olah ada konflik antar ormas atau kelompok politik, padahal sebenarnya adalah konflik antar pribadi-pribadi. Tentunya hal kontra produktif sepele demikian harus ditinggalkan, dihindari atau dijauhi paling tidak diminimalisir. Dimana tuntutan keunggulan profesional sebenarnya adalah sikap ukhuwah atau kerja sama antar stake holder dan ummat/masyarakat, dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Yang harus dikembangkan pada saat ini untuk mencapai keunggulan kompetitif adalah dengan membangun budaya mutu melalui kerja keras dan kerja cerdas. Disekolah-sekolah atau perguruan tinggi telah memiliki standar mutu, namun akan tidak berarti jika tidak menjadi budaya mutu.

Dalam Islam sudah ada konsep-konsep yang jelas. Dalam sebuah hadist Rasulallah SAW berpesan yang intinya “jika engkau bekerja, maka baguskanlah pekerjanmu.” Inilah budaya mutu yang telah diajarkan Rasulallah 14 abad yang lalu. Mengapa ada orang yang kerja keras dan sukses ? bisa jadi ia dicintai oleh Allah. Hadist tersebut adalah nasihat yang sangat berharga bagi kita semua termasuk dalam hal ini bagi penulis.

Ummat Islam harus memiliki semangat dan sikap kinerja yang bebas dari cacat dan kesalahan (zero the fact). Ada baiknya jika dimulai dari kita Ummat Islam mencanangkan hari kerja bebas dari cacat dan kesalahan (zero the fact day). Lalu di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang ada diterapkan hari bebas komplain atau keluhan (zero complaint day), bebas dari keluhan siswa, orang tua dan masyarakat.

Jika sudah ada dalam lingkungan sekolah maka Insya Allah akan menular pada lingkungan masyarakat yang lebih luas, dengan mencanangkan hari bebas dari dosa dan kemaksiatan (zero sin day). Walaupun dalam diri masyarakat khususnya Ummat Islam sudah tertanam bahwa setiap hari harus bebas dari dosa dan kemaksiatan (everyday zero sin day), namun kenyataannya masih banyak dosa dan kemaksiatan.

Untuk itu, ada baiknya coba dicanangkan di sekolah-sekolah dengan konsep keunggulan yang religius, nyaman dan sejahtera karena mengharap Ridho Illahi, di suatu hari stake holder sekolah berusaha tidak melakukan dosa, saling melayani dan menghormati dengan baik, saling memelihara dari sikap merusak (kemungkaran), semua berlomba-lomba dalam kebajikan.

Model sekolah unggulan sesungguhnya telah ada di lingkungan masyarakat terutama lingkungan Ummat Islam dengan sumber daya yang relatif memadai, yang perlu dikembangkan adalah orientasi mutu, budaya mutu dan budaya kerja, dengan saling ‘menularkan’ budaya-budaya kebajikan dan kemanfaatan.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *