Pemerintah Daerah Tak Bisa Buka Sekolah Secara Sepihak

SENANG: Guru memandu sejumlah murid SDN Brawijaya Kota Sukabumi untuk mencuci tangan pakai sabun di sekolah. Ft Dok radarsukabumi.com

RADARSUKABUMI.com  – Usulan penundaan awal tahun ajaran baru 2020/2021 dipastikan tak akan terjadi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menetapkan tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai 13 Juli 2020 mendatang. Keputusan ini ditandai dengan dimulainya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) 2020.

Plt. Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, ada sejumlah alasan yang jadi pertimbangan terkait keputusan tersebut. Pertama, kelulusan siswa SMA, SMP dan sederajat yang telah diumumkan. Yang kemudian akan disusul pengumuman kelulusan siswa SD pada pekan depan.

Bacaan Lainnya

”Artinya mereka ini sudah lulus, kalau diperpanjang (diundur tahun ajaran baru, red), ini mau dikemanakan,” ujarnya dalam konpers PPDB 2020 secara virtual, kemarin (28/5).

Kedua, perguruan tinggi juga telah menetapkan bahwa kalender akademiknya tidak akan berubah. Hal ini sejalan dengan proses Saleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang telah dilakukan dan SBMPTN yang dijadwalkan bulan depan. “Jadi ini harus sinkron,” tegasnya.

Jika merujuk pada kalender pendidikan, tahun ajaran baru biasanya dimulai pada minggu ketiga Juli dan berakhir Juni tahun selanjutnya. Untuk tahun ini, awal tahun ajaran baru jatuh pada 13 Juli 2020. Kendati begitu, setiap provinsi diberikan kewenangan sendiri dalam menentukan dimulainya tahun ajaran baru di wilayahnya. Dengan catatan, hanya dipercepat atau ditunda satu minggu dari tanggal yang ditetapkan.

”Karena yang membuat kalender pendidikan secara detail itu pemerintah provinsi masing-masing. Bisa jadi masuknya tidak bersamaan,” papar Hamid.

Dimulainya tahun ajaran baru ini, lanjut dia, tidak berarti sekolah akan kembali dibuka. Lalu siswa berbondong-bondong datang untuk belajar di sana.

Dia menegaskan, bahwa pembukaan sekolah ini masih dalam tahap pengkajian dan sangat bergantung dari rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Sejauh ini, kata dia, yang pasti pada tahun ajaran baru nanti, sekolah di zona merah dan kuning akan dijalankan dalam bentuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) berbasis daring atau pun luring. Hal ini tergantung dari kesiapan daerah masing-masing.

Sementara untuk zona hijau, diakuinya, ada wacaana untuk diperbolehkan kembali mengadakan proses belajar mengajar di sekolah. Dengan syarat, telah mendapat rekomendasi dan persetujuan dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Menurut Hamid, saat ini kegiatan belajar di sekolah memang masih dilakukan sejumlah sekolah yang berada di zona hijau. Di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya. Meski sudah ada edaran belajar dari rumah, mereka masih tetap mengadakan proses belajar mengajar dari sekolah.

Jika merujuk pada data Gugus Tugas Covid-19, saat ini terdapat 108 kabupaten yang dinyatakan sebagai zona hijau. Penetapan ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa belum ada kasus Covid-19 sama sekali dalam kurun waktu 2 bulan terakhir.

”Yang menetapkan zona hijau itu semuanya diserahkan kepada Gugus Tugas dan Kementerian Kesehatan,” tegasnya. Detilnya, imbuh dia, bakal diumumkan oleh Menndikbud Nadiem Makarim minggu depan.

Dengan kata lain, pemda tidak bisa menetapkan secara sepihak kapan sekolah kembali dibuka. Semua harus ada persetujuan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, yang paling mengetahui wilayah mana saja yang dinyatakan aman.

Sedangkan Kemendikbud hanya memberikan regulasi berupa syarat dan prosedur yang harus dipatuhi oleh sekolah. Pihaknya pun terus berkoordinasi dengan tim ahli dan para pakar kesehatan, termasuk dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengenai syarat dan prosedur bila sekolah dibuka.

Disinggung soal pemda yang nekat membuka sekolah secara sepihak, alumni niversity of Pittsburgh Amerika Serikat tersebut menegaskan bahwa akan ada sanksi yang diberikan. Namun, sanksi ini akan menjadi kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Persiapan tahun ajaran baru juga mendapat tanggapan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). FSGI menilai bahwa pemerintah harus memastikan betul persiapan pembukaan tahun ajaran baru di tengah pandemi covid-19. Pemerintah pusat harus memelototi penanganan Covid-19 di tiap wilayah.

Wasekjen FSGI Satriawan Salim menyarankan seandainya kondisi penyebaran Covid-19 masih tinggi, sebaikanya opsi memperpanjang metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah yang terbaik. Meski tidak akan menggeser tahun ajaran baru 2020/2021.

”Artinya tahun ajaran baru tetap dimulai pertengahan Juli, seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya pembelajaran dilaksanakan masih dengan metode PJJ,” katanya.

Hal tersebut didasari atas keselamatan dan kesehatan siswa dan guru. Satriawan berkaca pada kasus-kasus seperti di Perancis, Finlandia, Korea Selatan, dan lainnya yang memakan banyak korban covid-19 dari guru dan siswa.

”Jangan sampai sekolah dan madrasah menjadi kluster terbaru penyebaran Covid-19. Apalagi ada fakta di sejumlah negara yang menunjukkan perkembangan ancaman penyebaran Covid-19 gelombang ke-2. Ini akan sangat menakutkan bagi siswa, orang tua, dan guru,” katanya.

Dia menyarankan agar memperpanjang masa PJJ selama satu semester ke depan. Ini bertujuan agar sekolah benar-benar bersih dan terjaga dari sebaran Covid-19.

”Tentunya opsi perpanjangan PJJ ini dengan perbaikan-perbaikan di segala aspek, misalnya jaminan keadilan oleh pemerintah terhadap akses internet dan gawai yang tak dimiliki semua siswa,” ungkapnya.

Tak hanya itu, perbaikan dalam pengelolaan PJJ yang terkait dengan kompetensi guru juga harus dilakukan. Maka Kemdikbud dan Kemenag wajib membuat evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ yang sudah dilaksanakan selama tiga bulan.

Memulai tahun ajaran baru pada pertengahan Juli dan membuka kembali sekolah adalah dua topik yang berbeda.

Usulan agar tahun ajaran baru diundur ke Januari 2021 akan berisiko dan berdampak besar terhadap beberapa hal. Mislanya saja sistem pendidikan nasional, eksistensi sekolah swasta, hingga kesejahteraan guru swasta.

Wasekjen FSGI Fahriza Tanjung menambahkan bahwa harus ada koordinasi dan komunikasi penyebaran Covid-19 antara pemerintah pusat dan daerah.

Komunikasi yang selama ini terjalin harus diperbaiki. ”Ini penting dilakukan, sebab pemerintah daerah adalah yang paling memahami daerah tersebut,” ungkapnya.

Dia pun mendukung pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim yang menunggu keputusan dari Gugus Tugas Covid-19 terkait mana wilayah yang benar-benar zona hijau dan yang tidak.

Fahriza mengingatkan, bahwa harus ada komitmen siapa yang menentukan sekolah dibuka atau tidak. Apakah dari pemerintah daerah, Kemendikbud, atau Gugus Tugas. Sebab, baru-baru ini Pemerintah Kota Bukittinggi sudah menetapkan pertengahan Juli nanti sekolah-sekolah akan diaktifkan kembali.

” Padahal di sisi lain pemerintah pusat belum memutuskan. Alhasil para siswa, guru, dan orang tua pun bingung. Ini yang mesti segera dibenahi,” ujarnya. Dia berharap agar jangan sampai daerah berjalan sendiri-sendiri, membuka sekolah Juli tanpa koordinasi dengan pusat. Sehingga yang akan mengorbankan siswa dan guru.

Jika pada pertengahan Juli sekolah di Zona Hijau dibuka, maka FSGI meminta dinas pendidikan dan sekolah harus menyiapkan berbagai sarana kesehatan pendukung.

Sekolah harus menyiapkan hand sanitizer di tiap ruangan, sabun cuci tangan, perbanyak keran cuci tangan, dan hal lain untuk mencegah penularan Covid-19.

Kemdikbud harus segera membuat Pedoman Pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dikombinasikan dengan Protokol Kesehatan. Sebab MPLS kali ini akan sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.(mia/lyn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *