Kontroversi Kemenristek Dikti ,, Awasi Medsos Dosen dan Mahasiswa

JAKARTA – Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) berencana mengawasi aktivitas media sosial (Medsos) dan mendata nomor telepon genggam dosen serta mahasiswa, untuk mencegah terorisme di lingkungan kampus. Rencana itu, jika jadi direalisasikan dinilai sejumlah pihak salah kaprah dan melampaui kewenangan Kemenristek Dikti.

Ketua Bidang Kampanye Strategis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arip Yogiawan mengatakan, jika Kemenristek Dikti ingin ikut memberantas terorisme maka kewenangan mereka hanya sebatas mengembangkan pengetahuan anti-radikalisme. Menurutnya mengintai aktivitas media sosial civitas akademika berpotensi mengebiri kebebasan berpikir dan berpendapat.

“Karena yang dimonitor adalah medsos, maka di situ akan menyangkut berbagai data, sehingga perlu membuat rambu-rambu yang berkaitan dengan kebebasan berfikir dan hak privasi,” kata Yogi.

Yogi mempertanyakan mekanisme pemantauan medsos oleh Kemenristek Dikti dan langkah yang akan mereka ambil, jika benar ada indikasi penyebaran terorisme oleh dosen atau mahasiswa. Ia meminta Kemenristek Dikti menjelaskan siapa yang akan menggunakan data tersebut.

Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi yang notabene dilindungi Undang-Undang. Alih-alih mencegah, kebijakan itu justru malah menjadi cara mencampuri hak berekspresi seseorang.

“Yang kami khawatirkan kebijakan berikutnya membatasi kebebasan dosen dan mahasiswa,” kata Yogi.
Praktisi medsos Nukman Luthfie menilai, rencana dari Kemenristek Dikti akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga lain semisal Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *