Politikus PDIP Harun Masiku Buron, KPK Tetapkan Empat Orang Sebagai Tersangka

Rumah Politisi PDI Perjuangan, Harun Masiku terlihat sepi dan tidak berpenghuni. (Muhammad Ridwan/ JawaPos.com)

RADARSUKABUMI.com – Politisi PDI Perjuangan, Harun Masiku hingga kini belum juga menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, caleg partai moncong putih itu telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periodd 2019-2024.

“Laporan sampai pagi tadi belum (menyerahkan diri), kami masih berharap yang bersankutan (Harun Masiku) secara gentle datang menyerahkan diri,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada JawaPos.com, Sabtu (11/1).

Bacaan Lainnya

Nawawi menegaskan, KPK akan secara serius meningkatkan upaya pencarian terhadap Harun. “Kami juga akan semakin meningkatkan upaya pncarian pada yang bersangkutan (Harun),” ucap Nawawi.

Kendati demikian, Nawawi mengimbau agar semua pihak tidak menghalang-halangi upaya penyidikan KPK. “Pimpinan KPK telah mengimbau kepada pihak-pihak yang terkait untuk bersikap kooperatif,” pungkasnya.

JawaPos.com mencoba mengkonfirmasi Harun Masiku. Namun, rumahnya di Komplek Aneka Tambang (Antam) IV tampak sepi tak berpenghuni. Harun yang ditetapkan tersangka kasus pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 hingga kini belum juga menyerahkan diri ke KPK.

Merujuk pada data KPU, Harun yang tinggal di alamat Jalan Limo Komplek Aneka Tambang IV/8, RT 008 RW 002, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, penelusuran JawaPos.com di lokasi ternyata rumah tersebut sudah tidak berpenghuni. Petugas keamanan yang berjaga di komplek tersebut, Herry mengaku sama sekali tidak pernah mengenal Harun.

Rumah sekira panjang 12 meter itu terlihat rusak dan tidak terurus. Herry menyebut, Komplek Antam IV sudah lima tahun kosong. Namun, hanya terdapat sebagian karyawan Antam yang tinggal di wilayah tersebut. “Penghuninya sudah tidak ada, enggak pernah kenal sama yang namanya Harun, saya sudah lama disini dari tahun 1985,” ujar Herry ditemui JawaPos.com di lokasi, Sabtu (11/1).

Bahkan Herry yang juga warga Grogol Utara tidak pernah mengetahui nama Harun. Herry menyebut, di wilayah Grogol Utara tidak terdapat nama Harun yang menjadi Caleg pada Pileg 2019 lalu. “Kalau yang caleg ada bukan orang aneka tambang, Wahyu Dewanto Caleg DPRD dari Gerindra,” ucap Herry.

Herry yang sudah puluhan tahun berjaga di Komolek Antam IV mengaku sama sekali tidak pernah mendengar nama Harun. Terlebih menjadi peserta demokrasi. “Kalau pak Harun saya dari dulu nggak pernah dengar,” tegasnya seraya menunjuk Komplek yang tak berpenghuni.

Senada juga disampaikan oleh Ketua RT 008, Salman. Menurutnya dia sama sekali tidak mengenal Harun yang tercantum dalam daftar warganya. “Terindikasi bukan warga saya, nggak pernah ada (nama Harun),” ungkap Salman meyakini.

OTT Komisioner KPU

Dalam perkara ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *