Alasan BRIN Perlu Penelitian Lanjutan Naskah Kuno di Museum Prabu Siliwangi Sukabumi

M Irfan Mahmud
Kepala Pusat Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN M Irfan Mahmud

Dia menjelaskan, kesulitan yang dihadapi selama penelitian terletak pada kurangnya informasi mengenai sumber lokasi saat benda objek penelitian pertama kali ditemukan. “Beberapa, tidak semua yang kesulitan. Hanya karena informasi tentang lokasi sumbernya ada yang tidak diketahui padahal untuk memberi narasi sejarah kebudayaannya penting untuk mengetahui landscape kebudayaannya,” cetusnya.

Kendati demikian, sementara masih bisa tetap menjadi media pendidikan. Tetapi perlu untuk kalau dalam konteks pencatatan literasi cagar budaya tidak bisa langsung ke situ. “Untuk sebagai alat peraga pendidikan koleksi itu bisa digunakan dengan menggunakan sumber pembanding untuk mengetahui mungkin tentang bagaimana transformasi kebudayaan dari periode prasejarah ke jaman Islam,” tuturnya.

Bacaan Lainnya

Di sisi lain, Museum Prabu Siliwangi menurutnya merupakan tempat yang representatif untuk implementasi kurikulum merdeka. Sebab, selain terintegrasi dengan Ponpes Dzikir Al Fath, di sana juga banyak diajarkan kearifan lokal seperti pencak silat dan pengobatan tradisional. “Banyak kita lebih cenderung belajar tentang peradaban peradaban modern yang dari luar sementara pengetahuan lokal yang kita bisa lihat, etnomedisin (pengobatan tradisional) misalnya ada di sini. Tata kelola pertanian dan sebagainya, pupuk, siklus ekosistem lah,” paparnya.

“Pengetahuan lokal kita banyak, tapi tidak banyak dari sekolah memberi perhatian terhadap itu. Saya kira dengan model ekosistem yang dibangun di pesantren ini bisa menjadi satu trigger yang bisa memicu orang orang belajar. Oh kita punya pengetahuan yang hebat baik dari pengetahuan lokal leluhur maupun pengetahuan Islam yang harus dipelajari,” jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *