Skrining Kanker Kolon, Individu Berisiko dan Kapan Pemeriksaan Dilakukan

dr. Megawati Tanu
dr. Megawati Tanu
  • Mengenal kanker kolon

Kanker kolorektal (KKR) atau dikenal dengan kanker kolon merupakan suatu keganasan yang terjadi di kolon (usus besar) dan rektum (saluran yang menghubungkan usus besar dan anus).

Keganasan ini terjadi akibat pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel usus membentuk polip (benjolan) pada dinding kolon atau rektum.

Bacaan Lainnya

Polip merupakan suatu tumor jinak. Tidak semua polip berubah menjadi kanker. Polip dengan karakteristik seperti diameter > 1 cm, polip sessile (polip tanpa tangkai), dan ditemukan polip dalam jumlah banyak, serta adanya riwayat kanker kolon pada keluarga meningkatkan risiko transformasi polip menjadi suatu kanker.

Kanker kolon merupakan kanker ketiga paling sering pada pria dan kanker kedua paling sering terjadi pada wanita. Terdapat sekitar 1.900.000 kasus baru kanker kolon pada tahun 2020.

Kanker kolon merupakan penyebab kematian terbanyak kedua akibat kanker, diperkirakan menyebabkan kematian sebesar 935.000 kasus. Secara global, kanker kolon merupakan salah satu jenis kanker yang angka kejadiannya terus meningkat, yaitu 11% dari seluruh diagnosis kanker.

Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (GLOBOCAN) 2020, peningkatan angka kejadian dan kematian akibat kanker kolon paling signifikan terjadi di negara maju dan negara berkembang yang mengadopsi gaya hidup ‘western’. Kanker kolon diperkirakan akan menjadi beban global pada tahun 2030 dengan perkiraan 2.2 juta kasus baru dan 1.1 juta kasus kematian.

  • Faktor risiko kanker kolon

Kanker kolon terjadi akibat interaksi yang kompleks dari berbagai faktor seperti riwayat kanker pada keluarga dan riwayat medis individu, gaya hidup, dan faktor lainnya. Risiko terkena kanker kolon meningkat pada individu dengan riwayat kanker, riwayat polip kolon, penyakit radang usus, diabetes melitus, dan riwayat menjalani pengangkatan kantung empedu.

Gaya hidup berperan penting dalam perkembangan kanker kolon. Obesitas dan kelebihan berat badan, physical inactivity, merokok, konsumsi alkohol, dan pola makan yang tidak tepat (jarang konsumsi serat, buah-buahan, sayur, kalsium dan sering konsumsi produk olahan makanan, serta diet tinggi daging merah) akan meningkatkan risiko kanker kolon.

Kondisi lain yang mempengaruhi adalah mikrobiota usus, usia, gender dan ras, serta status sosioekonomi. Kanker kolon pada 90% kasus terjadi pada usia > 50 tahun.

Namun, studi terbaru menyatakan adanya peningkatan kasus kanker kolon pada dewasa muda usia 20-49 tahun di Eropa dan Amerika Serikat.  Berdasarkan data American Cancer Society (ACS) , laki-laki berisiko 30% lebih tinggi terkena kanker kolon dibandingkan wanita. Individu kulit hitam non-Hispanik berisiko lebih tinggi 50% terkena kanker kolon dibandingkan ras Asia dan 20% lebih tinggi dibandingkan individu kulit putih non-Hispanik.

  • Manfaat dan pentingnya skrining kanker kolon

Diagnosis kanker kolon  menjadi suatu tantangan karena gejalanya tidak spesifik. Gejala yang muncul adalah ditemukan darah pada tinja, nyeri perut atau teraba adanya massa pada perut, perubahan pola defekasi (keluhan diare, sembelit, atau tinja yang berukuran kecil-kecil dalam waktu yang lama), penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, dan adanya anemia (penurunan kadar hemoglobin).

Temuan darah samar pada feses memperkuat dugaan kanker, namun bila tidak ditemukan belum dapat menyingkirkan kecurigaan kanker.

Perkembangan kanker kolon terdiri dari beberapa tahap dengan periode waktu hingga 10 tahun atau lebih sehingga memberikan peluang untuk dapat di deteksi secara dini.

Skrining atau deteksi dini menjadi poin penting dalam menurunkan angka kematian. Skrining mampu mendeteksi perkembangan penyakit di tahap awal sehingga dapat meningkatkan angka kesembuhan melalui tindakan yang cepat dan tepat. Kunci utama keberhasilan penanganan kanker kolon adalah menemukan kanker pada stadium dini dan membuang lesi pra-kanker.

Terdapat beberapa metode skrining kanker kolon yaitu Fecal Immunochemical Test for Hemoglobin (FIT), Guaiac Fecal Occult Blood Test (gFOBT), Colonoscopy, Flexible Sigmoidoscopy (FS) dan Digital Rectal Exam (DRE).

(3) Metode yang umum digunakan adalah pemeriksaan darah samar (gFOBT) , FIT dan kolonoskopi. Pemeriksaan darah samar ini menggunakan bahan kimia (gFOBT) atau metode imunokimia (FIT) untuk mendeteksi adanya darah yang tidak terlihat secara langsung oleh mata pada tinja. Kolonoskopi merupakan prosedur yang memungkinkan dokter dan penderita untuk melihat secara langsung adanya kelainan pada usus besar.

Penelitian menunjukkan skrining kanker kolorektal dengan kolonoskopi dapat menurunkan kejadian kanker kolon sebesar 55% dan menurunkan angka kematian sebesar 66%. Kolonoskopi dapat mendeteksi kanker pada tahap awal dan berdampak positif bagi harapan hidup pasien. Deteksi dan diagnosis awal dengan kolonoskopi pada pasien kanker kolon memungkinkan penderita untuk mendapat terapi lebih awal sehingga menurunkan biaya, meningkatkan produktivitas aktivitas sehari-hari, dan angka harapan hidup.

  • Siapa saja yang harus menjalani skrining

Individu dikategorikan pada kelompok risiko menengah ‘average’ dan kelompok dengan peningkatan risiko  ‘increased’ untuk terkena kanker kolon.

  1. Kelompok risiko menengah adalah individu yang tidak memiliki riwayat kanker kolon atau polip adenomatosa, riwayat keluarga kanker kolon, riwayat penyakit Crohn dan Kolitis Ulseratif, riwayat atau diduga memiliki riwayat keturunan kanker, dan riwayat terapi kanker pada area perut dan rongga panggul.
  2. Kelompok dengan peningkatan risiko ‘increased’ adalah individu yang memiliki keluarga derajat pertama dengan riwayat kanker kolon atau polip adenomatosa, penyakit Crohn dan Kolitis Ulseratif, riwayat kelainan sindrom genetik, dan kanker dengan penggunaan radiasi pada area perut dan panggul .
  • Kapan skrining harus dilakukan

Pada individu yang tergolong pada kelompok menengah skrining direkomendasikan untuk dimulai di antara usia 50 dan 75 tahun dengan pilihan modalitas utama kolonoskopi dan FIT. Skrining ulang dapat dilakukan setiap 10 tahun. Pada usia 76 – 85 tahun rekomendasi skrining dilakukan berdasarkan riwayat kesehatan penderita dan hasil skrining sebelumnya. Pada individu dengan usia lebih dari 85 tahun, skrining tidak lagi direkomendasikan.

Rekomendasi skrining pada individu yang tergolong pada kelompok dengan peningkatan risiko ‘increased’ adalah :

  • Individu dengan riwayat kanker kolon atau polip adenomatosa pada keluarga derajat pertama di usia < 60 tahun ATAU kanker kolon atau polip adenomatosa pada kerabat derajat kedua atau lebih pada usia berapapun ;
    • Lakukan skrining dengan kolonoskopi pada usia 40 tahun atau 10 tahun lebih awal dari usia penderita kanker kolon yang ditemukan pada keluarga.
    • Lakukan kolonoskopi ulang setiap 5 tahun
  • Individu dengan riwayat kanker kolon atau polip adenomatosa pada kerabat derajat pertama di usia ≥ 60 tahun ;
    • Lakukan skrining kanker kolorektal pada usia 40 tahun atau 10 tahun lebih awal dari usia kerabat yang terkena dan lanjutkan skrining mengikuti pedoman kelompok rata-rata. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Artikel yang mencerahkan, saya belajar ilmu baru hari ini👍🏼 radarsukabumi perbanyak artikel seperti ini ya