Dihantam Virus Corona dan DBD, Kota Bogor Siaga 1

RADARSUKABUMI.com – Setelah sebelumnya Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memberlakukan Siaga 1 Virus Corona, kini Pemkot Bogor juga memberlakukan hal serupa terhadap penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD).

Hal ini menyusul pasca bertambahnya korban meninggal akibat DBD di Kota Hujan, yang mencapai lima orang terhitung hingga 12 Maret kemarin.

Bacaan Lainnya

Pelaksana tugas (plt) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Sri Nowo Retno, menjelaskan, jika mengacu kepada data yang ada pada pihaknya, terhitung pada 2018 lalu jumlah penderita DBD mencapai 727 penderita, dengan jumlah jiwa yang meninggal sebanyak 5 jiwa.

Pada 2019, jumlah penderita mengalami penurunan menjadi 621 orang, namun jumlah jiwa yang meninggal bertambah menjadi 10 jiwa.

Tak berhenti sampai disitu. Pada 2020 terhitung sejak Januari hingga 12 Maret kemarin, jumlah penderita DBD di Kota Hujan mencapai 130 penderita, dengan 5 diantaranya meninggal.

Hal ini tentu perlu diwaspadai, lantaran 2020 ini baru menginjak bulan ketiga dan tak menutup kemungkinan penderita dan korban jiwa akan bertambah.

Merujuk kepada data diatas, Dinas Kesehatan langusung merumuskan sejumlah kebijakan, yang merunut kepada Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010, tentang jenis penyakit menular tertentu, yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya.

Wanita yang akrab disapa Retno ini mengatakan, kebanyak kasus meninggal lantaran DBD terjadi saat pasien memasuki tahap dengue shock syndrome (DSS) pada DBD.

DSS merupakan tahapan lanjutan dari DBD, dalam kondisi ini rumah sakit akan sulit menanganinya. Banyak warga yang masih minim informasi mengetahui bagaimana gejala DBD, sehingga bisa saja pasien terlambat datang ke faskes pertama, atau ke rumah sakit.

“Masyarakat kita ini kurang begitu paham, untuk membedakan mana demam biasa, mana demam karna DBD. Ini yang harusnya kita edukasikan kepada masyarakat,” katanya.

Biasanya panas karna DBD berlangsung selama dua hingga satu pekan lamanya. Biasanya jika pasien DBD selain panas, pasien juga akan merasakan sakit di ulu hati, terjadi pendarahan berupa bintik merah pada kulit, mimisan atau gusi berdarah.

“Atau bisa juga ditandai dengan muntah darah dan buang air besar berdarah, dan tanda syok lainnya. Seperti lemas, kulit dingin dan basah, hingga tak sadarkan diri,” ujarnya.

Dari segi penanganan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan wilayah baik lurah dan camat, untuk menerapkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), baik dengan cara abate atau menerapkan kebersihan lingkungan.

“PSN lebih efektif dari pada fogging, karena fogging tidak memutus rantai penularan (jentik nyamuk,red),” paparnya.

Retno juga mengimbau agar warga Bogor tidak memelihara bunga yang memiliki kelopak, karena diindikasikan bisa menjadi sarang nyamuk DBD.

“Ketika lingkungannya bersih, ternyata bunga yang ada kelopaknya itu menampung air, air hujan misalnya, jadi sarang nyamuk, baiknya tanaman yang ditanam itu lavender atau sereh,” tukasnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Dedie A Rachim secara resmi Pemkot Bogor sudah menerapkan Siaga 1 untuk kasus DBD di Kota Hujan. Penerapan status tersebut sebagai bentuk reaktif Pemkot Bogor, dalam menanggapi sejumlah kasus DBD yang selama ini terjadi.

“Khusus nya dalam langkah pencegahan, penyebaran, dan penanggulangan DBD,” tuturnya.

Tak hanya itu, orang nomor dua di Kota Hujan ini juga sudah menyiapkan sejumlah anggaran, untuk menyokong segala kebijakan, terkait langkah antisipasi, pencegahan dan penyebaran DBD beserta Covid-19 ini.

“Langkah lain juga kita sudah siapkan anggaran sebesar Rp 1 miliar rupiah, untuk dua kasus wabah ini dari anggaran Kota Bogor soal Belanja Tak Terduga (BTT),” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *