TikTok Shop vs Pedagang Konvensional

Leonita Siwiyanti
Leonita Siwiyanti, Dosen Program Studi Manajemen Retail Fakultas Ekonomi - Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Oleh: Leonita Siwiyanti
Dosen Program Studi Manajemen Retail
Fakultas Ekonomi – Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Banyaknya keluhan para pedagang Tanah Abang yang menuntut pemerintah untuk menutup platform TikTok karena menggilas omzet penjualan mereka. Semua ini berawal ketika TikTok berkembang lebih dari sekadar media sosial.

Bacaan Lainnya

TikTok berasal dari Tiongkok, dan tiba di Indonesia pada tahun 2017. Indonesia menjadi negeri kedua pengguna TikTok terbanyak di dunia pada tahun 2022, karena sebanyak 99 juta orang aktif menggunakan TikTok.

TikTok bukan hanya media sosial tetapi merupakan budaya populer dan partisipatoris. TikTok memenuhi semua karakteristik budaya partisipatoris, seperti afiliasi (menjadi anggota komunitas), ekspresi (membuat konten kreatif), kolaborasi (bekerja sama dalam tim), dan sirkulasi (membuat aliran melalui media). Budaya populer adalah budaya baru yang muncul di era internet.

TikTok juga menawarkan fitur “TikTok Shop” yang memungkinkan pengguna berbelanja langsung di platform. Dengan pengiriman gratis dan produk yang dapat dimasukkan ke dalam keranjang belanja, fitur ini berfungsi seperti fitur e-commerce biasa.

Harga produk di toko TikTok seringkali lebih murah daripada di toko e-commerce lainnya. Selain itu, pengguna dapat melihat review atau deskripsi barang melalui siaran langsung yang dilakukan oleh penjual di TikTok.

Meskipun TikTok Shop menawarkan banyak keuntungan, seperti kemudahan berbelanja dan kesempatan untuk menikmati konten secara bersamaan, ada kemungkinan bahwa produk yang dijual di sana palsu.

Akibatnya, pembeli harus berhati-hati dan memeriksa dengan cermat penjual. TikTok terus berkembang untuk masa mendatang, dan mungkin akan ada fitur baru dan kolaborasi.

Pedagang Pasar Tanah Abang Minta TikTok Shop Ditutup

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah menanggapi protes pedagang di Pasar Tanah Abang yang menuntut penutupan toko dan platform seperti TikTok.

Para pedagang pasar Tanah Abang mengalami penurunan penjualan yang signifikan sebagai akibat dari persaingan dengan penjual di TikTok Shop.

Menteri Perdagangan mengumumkan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk merevisi Permendag Nomor 50 tahun 2020, yang mengatur perizinan usaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan elektronik. Diharapkan revisi ini akan meningkatkan persaingan bisnis antara penjual offline dan online.

Pasar Tanah Abang telah mengalami penurunan omzet karena produk-produk yang dijual di TikTok Shop dan platform serupa menjadi pesaing yang kuat. Menteri Perdagangan berencana untuk menata kembali industri ini agar persaingannya lebih adil dan tidak merugikan pedagang offline dan UMKM.

Pedagang di Pasar Tanah Abang mengeluhkan penurunan omzet hingga 80-90 persen, bahkan setelah memberikan diskon dan mengobral barang dagangan mereka.

Teten Masduki, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), menanggapi desakan tersebut dengan menyatakan bahwa dia tidak memiliki otoritas untuk menutup toko TikTok.

Kementerian Komunikasi dan Informatika, Perdagangan, dan Investasi bertanggung jawab atas izin dan operasi TikTok. Teten fokus pada barang-barang murah yang dijual di toko TikTok, dan dia menduga bahwa barang ilegal atau selundupan dapat menurunkan harga.

Dia menegaskan bahwa aturan yang tegas diperlukan untuk memastikan bahwa barang impor yang dijual di platform ini sah.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, tidak melihat ada masalah dalam praktik bisnis TikTok sebagai bisnis sosial e-commerce. TikTok mengklaim telah mendapatkan izin e-commerce dari Kementerian Perdagangan.

Budi menilai bahwa penggabungan dua model bisnis dalam satu platform seperti yang dilakukan TikTok adalah hal yang wajar seiring perkembangan teknologi. Dia juga menjelaskan bahwa barang-barang murah di TikTok Shop bukan jual rugi, tetapi hanya barang promo yang dijual murah dalam rentang waktu tertentu.

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengakui bahwa TikTok Shop memiliki kekuatan besar dalam social commerce, bahkan melebihi e-commerce konvensional. Dia berpendapat bahwa perlu ada aturan yang mengatur social commerce seperti TikTok untuk menghindari kemungkinan kolaps antara UMKM dan e-commerce tradisional.

Revisi yang diusulkan dalam Permendag bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil bagi pedagang offline dan melindungi mereka dari persaingan yang tidak seimbang dengan penjual di platform media sosial seperti TikTok Shop.

Peluang dan Ancaman TikTok Bagi UMKM

Melalui project TikTok memungkinkan perusahaan induk ByteDance untuk menjual produk mereka sendiri melalui TikTok Shop. TikTok memberikan peluang dan ancaman bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menggunakannya untuk melakukan penjualan langsung melalui live streaming.

UMKM memiliki peluang untuk lebih mudah menjangkau masyarakat dengan harga yang lebih rendah melalui live streaming. Namun, beberapa orang khawatir bahwa TikTok dapat menjadi pesaing karena memiliki akses ke data pengguna dan kemampuan untuk membuat produk duplikasi berdasarkan data pasar Indonesia.

Gita Nadya Ayu Ariani dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR menyarankan UMKM untuk meningkatkan kualitas produk yang mereka jual untuk bersaing. Mereka memiliki kemampuan untuk menyesuaikan produk dengan kebutuhan pelanggan, menghasilkan produk yang unik, dan berkonsentrasi pada peningkatan.

Meskipun project TikTok sudah ada di Indonesia, UMKM masih dapat menggunakan live streaming di TikTok untuk mengedukasi pasar dan membangun hubungan emosional dengan pelanggan. Mereka harus berhati-hati untuk tidak mengungkapkan bahan baku atau resep yang dianggap rahasia.

Gita juga menekankan bahwa pemerintah harus memantau kemajuan teknologi dan membuat peraturan yang jelas untuk perdagangan online. Dengan membatasi impor dan menjaga produk dalam negeri, regulasi yang memadai dapat membantu menjaga UMKM dan menciptakan persaingan yang adil di pasar digital.

Pemerintah memiliki kemampuan untuk memantau impor barang, memastikan persyaratan komponen lokal sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), dan menjaga ketahanan ekonomi perusahaan kecil dan menengah (UMKM).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *