Tahapan Pilkada Tunggu Penjelasan BNPB

Kotak suara sudah terdistribusi hingga kecamatan pada Pemilu 2019 lalu. (Jawa Pos Photo)

JAKARTA — Perppu Pilkada telah menyebutkan bahwa jadwal pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 dimundurkan dari 23 September ke Desember. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memilih berkonsultasi ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebelum menyusun peraturan tentang tahapan, program, dan jadwal. Mereka ingin mengetahui prediksi BNPB tentang selesainya penanganan pandemi Covid-19.

Komisioner KPU RI Hasyim Asyari menyatakan, syarat utama dimulainya kembali tahapan pilkada adalah situasi yang aman. Hal itu menjadi pertimbangan utama, mengingat pelaksanaan pilkada identik dengan partisipasi orang banyak.

Bacaan Lainnya

Sementara penanganan pandemi Covid-19 kental dengan larangan orang berkumpul. Hasyim membeberkan, ada dua pertanyaan yang diajukan KPU kepada BNPB untuk diberi penjelasan. ”Pertama, kapan pandemi di Indonesia dinyatakan selesai dan aman? Kedua, bila sudah ditentukan selesai, apakah masih diperlukan tahap pemulihan?” ujarnya dalam diskusi virtual di Jakarta kemarin (10/5).

Komisioner asal Jawa Tengah itu menjelaskan, definisi pandemi selesai masih belum jelas. Apakah saat kasus menurun atau benar-benar tanpa kasus. Di sisi lain, apakah juga berkaitan dengan pemulihan ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Sebab, lanjut Hasyim, yang dibutuhkan KPU untuk menyelenggarakan pilkada bukan hanya wabah yang berakhir. Tapi juga pemulihan ekonomi. Dalam hal memenuhi kebutuhan logistik, misalnya, hal itu berkaitan dengan aktivitas ekonomi di pabrik percetakan.

”Diperkirakan, jumlah pemilih mencapai 105 juta. Butuh surat suara sebanyak itu. Kalau sedang mencetak, ada pegawai perusahaan terpapar, sudah pasti pencetakan dihentikan. Semua pegawai dites. Ini ada aspek ekonomi,” jelas alumnus University of Malaya tersebut.

Karena itu, KPU merasa perlu mendapatkan penjelasan terperinci dari BNPB selaku otoritas yang paling bertanggung jawab dalam penanganan pandemi Covid-19. ”Jawaban itu akan dijadikan KPU untuk memastikan susunan tahapan pilkada akan dilakukan,” kata dia.

Sambil menunggu penjelasan, KPU tetap menyusun draf peraturan tentang jadwal, program, dan tahapan. Khusus penyusunan jadwal dilakukan dalam beberapa versi. ”KPU melakukan serangkaian simulasi, dirapatkan dua kali dengan berbagai macam kemungkinan,” ungkapnya.

Anggota Bawaslu RI Mochamad Afifuddin menambahkan, posisi Bawaslu saat ini menunggu peraturan yang disiapkan KPU. Sebab, PKPU akan menjadi acuan dalam menjalankan proses pengawasan. Misalnya dalam mengawasi petahana yang berpotensi melakukan pelanggaran dalam bentuk mutasi jabatan atau politisasi program. Basisnya adalah jadwal tahapan penetapan paslon.

Hal yang sama berlaku dalam pengawasan lainnya. Contohnya kampanye. ”Kalau KPU mengatur kampanye lebih banyak di media sosial, tuntutan pengawasannya berbeda,” kata Afifuddin. Sehingga regulasi yang disiapkan dalam peraturan Bawaslu menyesuaikan.

Sementara itu, ahli hukum tata negara Universitas Trisakti Radian Syah menyarankan agar rencana pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 tidak dipaksakan di bulan Desember. Apalagi jika melihat situasi pandemi yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir dalam waktu dekat.

Radian juga menilai pelaksanaan pada Desember bukan saat yang tepat. Sebab, cuaca di akhir tahun relatif masuk musim hujan. Tingginya air laut juga menyulitkan distribusi logistik. ”Indonesia bukan hanya Jakarta, tapi juga pulau-pulau yang penyelenggaranya berjibaku dengan alam,” tutur dia. Jika terlalu banyak kendala, dikhawatirkan kualitas pilkada menurun.(wan/jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *