“Adanya oknum guru yang suka menyebarkan berita berkonten hoax dan hate speech mengindikasikan jika keterampilan berpikir kritis ini belum sepenuhnya dipahami dan diimplementasikan oleh para guru di ruang kelas sehari-hari,” tuturnya.
FSGI juga menilai penyebaran hoax oleh oknum terdidik seperti guru menandakan kemampuan literasi guru juga masih rendah.
Gerakan Literasi Sekolah yang diinisiasi pemerintah selama ini, menurut Satriawan, lebih menargetkan siswa dengan skema pembiasaan membaca sebelum belajar dan budaya membaca di sekolah.
Tapi yang sebenarnya jauh lebih urgent adalah “literasi digital” yang bersifat kritis bagi guru.
“Guru seharusnya tidak mudah percaya dengan apa yang disuguhkan oleh internet, tetapi mekanisme berpikir kritis dan verifikatif harusnya lebih dulu dilakukan,” tegasnya.
Jika ada berita yang belum valid kebenarannya, lanjut Satriawan, mesti dipastikan dulu. Jangan mudah membagikan tautan situs tanpa memahami konten berita. Apalagi dari situs kanal berita yang belum dikenal alias tidak mainstream.