Mengerikan! Di Wamena, 32 Pendatang Dibantai dan 126 Ruko Dibakar

Sejumlah rumah dan toko di Wamena dibakar (foto: ist)

RADARSUKABUMI.com – Sebanyak 32 warga pendatang tewas dibantai di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua pada 23 September 2019 lalu. Sebagian besar korban adalah perantau dari Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat.

Mereka dipanah, dibakar, bahkan ada balita yang dikampak kepalanya. Rumah dan kios para pendatang juga dijarah dan dibakar massa.

Bacaan Lainnya

Namun bukan cuma pendatang yang menjadi korban kerusuhan Wamena. Warga asli Wamena juga jadi korban.

Sebanyak 126 ruko milik warga asli Lembah Baliem (lembah di pegunungan Wamena Jayawijaya) dibakar perusuh.

Ruko tersebut berada di dua pasar, yakni Pasar Wouma (105 ruko) dan Pasar Baru (25 ruko).

Ruko di Pasar Baru yang dibakar adalah ruko milik Niten Yikwa (10 ruko) dan Athos Yikwa (10 ruko).

Sedangkan Ruko di pasar Wouma milik Anggu Hubi, Jimmy Asso, Ibrahim Lokobal, Walela dan Erik Mabel.

Aggu Hubi memilik 101 ruko yang dibakar perusuh. Akibatnya, wanita asli Lembah Baliem ini mengalami kerugian yang sangat besar.

Anggu Hubi bersama keluarganya tampak sedih melihat Ruko miliknya di kompeks Pasar Wouma yang sudah berubah jadi puing.

Tak ada yang bisa diselamatkan. Marah, kecewa dan sedih, Aggu Hubi tak bisa berbuat apa-apa.

Sebagai anak daerah, ia merasa terpukul dengan adanya kejadian yang sama sekali tidak pernah dibayangkan.

“Ruko milik saya yang ada di pasar Wouma itu ada 101 buah, semuanya habis terbakar begitu saja. Tak hanya warga pendatang saja yang menjadi korban, kami anak asli daerah juga menjadi korban,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos (Radarsukabumi.com grup) saat melihat langsung puing –puing dari bagunan ruko miliknya.

Sebagai perempuan asli Lembag Baliem, ia sangat menyesalkan adanya aksi anarkis yang membuat seluruh aktivitas di Wamena lumpuh.

“Kami sangat sesalkan kejadian ini, karena membangun 101 ruko secara swadya ini tidaklah mudah dan butuh waktu lama,” terangnya.

Dikatakan Aggu, tanah tempat dimana ruko itu memang miliknya, namun untuk membangun ruko-ruko tersebut ia harus bekerja sama dengan salah seorang pengusaha dan juga meminjam ke Bank Papua sebesar Rp 2,5 miliar.

Dengan pinjaman itu dengan masa pulunasan selama 3 tahun, aset pembangunan ruko itu akan menjadi milik keluarganya.

Usaha itu pun berhasil. Saat ini, kreditnya di bank telah lunas. Awalnya ia membangun 56 ruko, kemudian terus dikembangkan sampai menjadi 101 ruko yang saat ini semuanya telah habis terbakar, tentunya ini menjadi kerugian besar keluarganya.

“Kami mencoba melangkah memberanikan diri dengan kredit untuk membangun usaha untuk membuktikan kami orang Papua bisa bersaing dalam dunia bisnis. Kami tidak hanya jadi penonton tetapi menjadi pelaku usaha diatas negeri kami sendiri,” ungkapnya.

Kata Aggu Hubi, yang juga membuat ia terpukul usai terjadinya aksi anarkis, warga pendatang yang ada di sekitar bertanya, kenapa usaha miliknya sebagai anak daerah juga dibakar? ini satu pertanyaan yang ia sendiri tidak bisa menjawabnya.

Bukan hanya dia, ada beberapa warga asli Lembah Baliem lainnya yang memiliki usaha di daerah Wouma dan Pasar Baru juga menjadi korban.

Di Pasar Wouma, ada ruko milik Jimmy Asso, Ibrahim Lokobal, Walela dan Erik Mabel, semua tempat usahanya juga terbakar.

“Di Pasar Baru ada sejumlah ruko milik anak daerah juga yang dibakar yakni 10 Ruko milik ibu Niten Yikwa, 10 Ruko milik Bapak Athos Yikwa. Semuanya ikut dibakar,” sesalnya.

Padahal, menurutnya, usaha yang mereka lakoni ini sebenarnya bisa menjadi contoh bagi anak daerah yang lainnya. Namun kini semuanya telah habis terbakar dan memulainya dari awal lagi.

Aggu berharap kepada pemerintah agar bisa membantu dalam merehablitasi bangunan ruko yang telah telah terbakar ini.

Menurutnya, sejak awal dilakukan pembangunan, Bupati Lanny Jaya Befa Yigibalom juga membantu dengan memberikan anggaran Rp 250 juta dan Gubernur Papua Lukas Enembe bantu dengan Rp 500 juta.

Bantuan tersebut bertujuan untuk memajukan anak asli daerah untuk bersaing dengan pengusaha dari luar Papua.

Menurutnya, jumlah kerugian untuk bangunan saja sudah mencapai Rp7-8 miliar.

“Kami sangat berharap pemerintah bisa membantu kami agar pasar ini bisa kembali beraktivitas dan ruko–ruko yang habis terbakar ini bisa kembali berdiri,” bebernya.

Sebelumnya, Polri menepis anggapan miring bahwa pembakaran yang terjadi di Wamena dilakukan warga setempat.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan justru penduduk asli Wamena ikut melindung para pendatang saat terjadi kerusuhan.

“Pelaku pembakaran bukan penduduk asli Wamena (orang Lembah Baliem). Mereka justru banyak membantu memberi perlindungan kepada para pendatang dengan mengamankan rumah warga maupun gereja,” kata Dedi Prasetyo kepada wartawan, Minggu (29/9/2019).

Informasi yang beredar, kerusuhan Wamena sengaja dibuat oleh kelompok terorganisir untuk menarik perhatian dunia, khususnya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Kerusuhan Wamena terjadi bertepatan dengan Sidang Umum PBB ke-74 yang dilangsungkan pada tanggal 23-28 September 2019.

(one/pojoksatu/izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *