Pinjol, Mengatasi Masalah dengan Masalah

Psikolog Joko Kristianto
Psikolog Joko Kristianto

SUKABUMI – Pinjol atau pinjaman online adalah istilah yang sedang viral saat ini. Bukan dalam konteks yang positif, namun negatif. Karena pinjol yang diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah keuangan, justru menjadi masalah. Maka narasi sarkas pun muncul, mengatasi masalah dengan masalah.

Apakah di Sukabumi ada korban pinjol yang harus membayar tagihan hingga puluhan juta rupiah?

Bacaan Lainnya

Untuk saat ini baik Polres Sukabumi Kota maupun Polres Sukabumi belum ada mengonfirmasi hal tersebut. Namun, warga Sukabumi yang hampir saja menjadi nasabah pinjol meresahkan itu ada.

ADM (41) hampir saja menjadi korban bujuk rayu marketing pinjol. Selama pandemi Covid-19 ini, warga Sukabumi itu mengaku sangat kesulitan untuk bertahan hidup. Sehingga sempat terpikirkan untuk mengambil jalan pintas untuk meminjam uang lewat pinjol.

“Tapi kayaknya Allah sayang sama saya. Jadi saya tidak jadi meminjam uang lewat pinjol,” kata ADM yang identitasnya tak ingin disebutkan kepada Radar Sukabumi, Kamis (21/10).

ADM adalah seorang freelancer. Terkadang dia menjadi pedagang reseller. Namun di lain waktu dia juga punya usaha sampingan lainnya. Sementara istrinya adalah seorang karyawati. Sebelum pandemi, ADM mengaku kondisi perekonomiannya stabil. Namun kondisi berbeda ketika setahun Covid-19 melanda.

“Jadi, kurang lebih awal tahun 2021 lah, perekonomian keluarga saya baru benar-benar terasa anjlok. Sehingga saat itu sempat terpikirkan untuk meminjam uang lewat pinjaman online. Kurang lebih bulan April lalu lah, mau (pinjam ke pinjol),” ujarnya.

Nominal pinjaman yang sempat ingin diajukan ADM saat itu di kisaran Rp4 juta hingga Rp5 juta. Sebagian dari uang tersebut rencananya untuk kebutuhan rumah tangga, sebagiannya lagi diputar untuk usaha. Tak mudah bagi ADM untuk merencanakan jalan singkat lewat pinjol sebab dia dan istri harus berdebat panjang soal dampaknya.

“Ya, istri saya ngotot menolak. Jujur saja saya juga sebenarnya tidak mau. Tapi mau gimana lagi, kebutuhan rumah tangga harus dicukupi. Saya juga butuh modal untuk usaha,” tuturnya.

Namun dikarenakan kondisi sudah sangat kepepet, ADM pun nekad untuk mengontak marketing pinjol. Responsnya sangat luar biasa. Bujuk rayu sang marketing sangat aduhai sehingga ADM sangat tergiur dengan iming-iming persyarat yang sangat mudah dan bunga yang rendah. Soal syarat, cukup KTP yang difotokan lalu dikirim via WA. Lalu mengisi elektronik formulir yang telah disiapkan oleh si marketing.

“Tapi gak tahu kenapa, kok pas saya mau proses itu berat ya. Ada saja halangannya. Karena lama saya tidak proses-proses, si marketing nge-WA terus. Maksa saya supaya mau jadi nasabah, supaya mau minjam gitu. Tapi ya itu, hati saya kok berat ya,” ungkapnya.

Walakhir, ADM pun mengurungkan niatnya untuk menjadi nasabah pinjol. Alasannya tentu sudah bisa ditebak. Dia tak berani mengambil risiko yang sangat membahayakan untuk keluarganya kelak. Hingga akhirnya ketakutan ADM pun terjawab dengan viralnya pemberitaan tentang pinjol yang meresahkan masyarakat.

“Alhamdulillah. Menurut saya ini berkat pertolongan Allah yang menyelamatkan saya dari rayuan pinjaman online. Soalnya yang terbaru saya baca di berita, di Bandung ada orang pinjam di pinjol Rp3 juta terus tagihannya membengkak jadi Rp48 juta. Nah gimana saya yang awalnya mau pinjam Rp4 juta saja?” seru ADM.

Sementara itu, psikolog kenamaan di Sukabumi Joko Kristianto menyoroti fenomena pinjol. Menurutnya, masyarakat perlu mendapatkan edukasi tentang pengelolaan keuangan dan pengendalian emosi. Menurutu Joko, pinjol ssebenarnya sudah lama ada. Hanya saja dengan sentuhan teknologi sehingga lebih memudahkan maayarakat untuk meminjamnya.

“Pinjol ini kan sebetulnya sudah lama ada, misalnya rentenir. Apa bedanya? Hanya sekarang itu di balut oleh teknologi yang semakin memudahkan untuk melakukan transaksi peminjaman,” jelas Joko kepada Radar Sukabumi, Senin (18/10).

Adapaun salah satu penyebab masyarakat cukup banyak yang terjerat pinjol, sebut Joko, dikarenakan syaratnya mudah, tanpa survei dan lainnya.

“Syaratnya kan mudah, bahkan hitungan menit pengajuan kita dicairkan. Masyarakat tergiur dengan hal itu, padahal menjerat,” sebutnya.

Joko juga melihat tidak sedikit masyarakat yang terjerat pinjol bukan karena kepepet, tapi terkadang hanya untuk sekedar kebutuhan hidup. Artinya, masyarakat belum memiliki kontrol terhadap emosinya terkait kebutuhan.

“Memang ada yang butuh banget ya, tapi gak sedikit juga tuh hanya untuk gaya hidup saja, pinjol dipilih karena mudah,” ujarnya.

Joko menilai, masyarakat perlu mendapatkan edukasi tentang pengelolaan keuangan serta kecerdasan mengendalikan emosi sehingga tidak mudah terjerumus kepada hal-hal yang merugikan.

“Manejerial keuangan dan gaya hidup masyarakat kuncinya, mereka perlu mendapatkan edukasi,” tandasnya. (upi/izo/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *