Walhi Jabar Sebut Dokumen CIPP JETP Otak Palsu Atasi Krisis Iklim di Indonesia

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwang
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwang

BANDUNG — Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat (jabar) Wahyudin Iwang menyebut bahwa dokumen Comprehensive Investment and policy plan (CIPP) dan Just Energy Transition Partnership (JETP) di buat untuk merespon krisis iklim yang terjadi di Indonesia merupakan otak palsu.

Menurutnya, kegiatan dialog JETP yang meluncurkan dokumen CIPP pada tanggal 02 November 2023 bahasanya sangat sulit di baca pulik secara luar karena berbahasa Inggris.

Bacaan Lainnya

Setelah peluncuran dokumen dengan bahasa Inggris tersebut, diluncurkanlah dokument berbahasa Indonesia pada tanggal 6 November, tidak lama dari itu mereka mengundang CSO untuk menjadi penanggap pada kegiatan dioalog yang di lakukan oleh JETP.

“Artinya publik hanya diberi kesempatan untuk membaca dokumen yang tebal tersebut dengan waktu yang sangat begitu singkat, “jelasnya.

Berdasarkan hal tersebut, Walhi Jabar menemukan beberapa catatan kritis terhadap dokument tersebut diantaranya, dokumen CIPP sama sekali bukan bahan bacaan untuk masyarakat menengah ke bawah.

Karena rencana kegiatan yang ada dalam dokument CIPP, meski sudah dalam bentuk Bahasa Indonesia di dalamnya terdapat banyak pemaknaan kata atau istilah yang sulit di baca/pahami oleh masyarkat terkhusus bagi masyarakat yang berada di tapak.

“Dokumen CIPP itu bukan di tujukan untuk kepentingan publik melainkan menjadi bahan kepentingan JETP Sekretariat untuk agenda pertemuan COP 28 di Dubai bulan depan agar dapat menarik sebesar-besarnya lembaga donor, “tegasnya.

Kemudian proses mengundang Publik atau CSO sangat begitu singkat waktunya, sehingga  masyarakat kesulitan akan membaca dokumen yang isinya sangat banyak, maka tidak mungkin bisa memberikan masukan atau tanggapan secara subtantif terhadap dokumen yang mereka buat dengan waktu yang sangat singkat.

Selain itu, kebijakan investasi yang di publis tersebut, JETP Sekretariat telah memproyeksikan prioritas kegiatan yang di rencanakan di Jawa Barat yang sama sekali  tidak menjawab terhadap persolaan energi kotor, salah satunya dalam rencana mereka tidak menyasar target  PLTU Captive.

Artinya kebutuahan batubara untuk PLTU Captive masih tinggi dan ini selaras dengan RUED Prov Jabar yang mana kondisinya masih bergantung terhadap kebutuhan batubara hingga tahun 2060,

“Target pensiun dini dua PLTU yaitu PLTU I Cirebon dan PLTU Pelabuhan Ratu tidak jelas malah terkesan tidak akan terlaksana di tutup, “tambahnya.

“Selain belum ada potensi biaya, berpotensi masa usianya pangjang kembali karena rencananya akan menjalankan skema Co-fiiring Amonia. Sehingga rencana menutup aktivitas PLTU hanya bualan belaka. Selain itu mereka masih meproyeksikan Co-firing Biomassa sebagai alternative pengurangan bahan bakar fosil, namun ancaman deforestasi di kawasan hutan akan meningkat, “singkatnya.

Selain itu,  Mekanisme kelembagaan JETP Sekretariat tidak kuat karena under Kementerian (ESDM). Public Akan sulit meninta pertanggung jawaban lebih jauh dari itu public sulit untuk menyampaikan tuntutan.

“Potensi kerugian negara atau beban negara akan semakin besar karena proyeksi kegiatan ini menghadirkan biaya yang bersifat hutang, rakyat akan semakin terbebani karena hutang tersebut di bebankan kepada Rakyat, “tegasnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *