4 Sikap Walhi Jabar Soal Kerusakan Ekologis di Tatar Perahiangan, Cabut UU Cipta Kerja !

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwang
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwang

BANDUNG  — Banyaknya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang mengancam kerusakan ekologis semakin jelas. Menyikapi hal tersebut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat mengeluarkan beberapa sikap.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwang dalam rilisnya meyebutkan setidaknya tercatat kurang lebih ada empat hingga lima kebijakan yang keluarkan pasca virus Covid-19 oleh pemeritah pusat.

Bacaan Lainnya
Salah satunya yaitu UU No 03 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, Perpu No 02 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Perpres nomer 87 tahun 2021 tentang Percepatan Pengembangan Kawasan REBANA dan Jawa Barat Bagian Selatan, Perpes nomer 45 tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung , terakhir adalah PP No 05 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berbasis risiko yang mengaplikasikan sistem digital (OSS).

“Kebijakan tersebut seakan-akan di paksakan di buat serta disyahkan pada masa covid-19 oleh pemerintahan pusat. dalam masa yang dimana masyarakat tidak bisa beraktivitas serta terlibat secara aktif dalam penyusunan dokument kebijakan tersebut, “jelas Iwang dalam rilisnya

Menurutnya, disinyalir kondisi ini telah dimamfaatkan pemerintah pusat agar masyarakat tidak dapat menghalang-halangi rencananya untuk memeberikan keleluasaannya kepada para oligarki pusat dalam sektor Tambang, Energi atau sektor usaha lainya.

“Faktanya memang saat ini, pemerintah pusat telah merencanakan pembangunan Infrastruktur yang besar di Provinsi Jawa Barat, tercatat ada 32 Projek Strategis Nasional yang di proyeksikan harus di bangun pada era pemerintahan saat ini, “tambahnya

Memang, sebagian sudah terbangun dan sisanya sedang eksisting, Potret ini belum menghitung berapa jumlah peraturan turunan untuk memperkuat kebijakan di atas,  missal terdapat peraturan Gubernur nomer 84 tahun 2022 tentang REBANA yang meproyeksikan tiga belas kabupaten/kota salah satunya yaitu Kab.Cirebon, Kab, Subang dan Kabupaten Indramayu sebagai kawasan kota Metropolitan.

Melihat situasi tersebu, Walhi Jabar menilai akan muncul beberapa dampak dari kebijakan serta kegiatan tersebut, di antaranya pertama, akan semakin sulitnya menyampaikan aspirasi dikarenakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik, aturan ini di duga salah satu cara dari para pemangku kebijakan untuk membumkan hak demokrasi rakyat. Sehingga aspirasi semakin sulit dicurahkan masyarakat.

Kedua hadirnya undang-undang Mineral dan Batubara hanya memberikan ruang serta kepentingan bagi para pengusaha di bidang Tambang. tampa mempertimbangkan aspek keruskan lingkungan dari aktivitas tambang tersebut. Rakyat semakin jauh dari lahan, Lingkungan semakin rusak.

Ketiga lahirnya UU Cipta Kerja hanya akan menyisakan luka bagi kelompok serikat buruh pekerja, terampasnya hak-hak buruh salah satunya hak cuti, hak mendapat upah layak, hak lepas dari outsourcing serta bertambahnya jam waktu kerja, selain dampak terhadap serikat buruh kebijakan ini akan menjauhkan hak rakyat atas akses terhadap lahan dengan melonggarkan ijin usaha bagi para pengusaha tambang dan lain sebagainya.

Keempat tela’ah terhadap Pergub 84 tahun 2022 tentang REBANA atas turunan Perpers 87 tahun 2021 tentang percepatan pengembangan REBANA dan Jawa Barat bagian selatan, salah satunya akan menimbulkan ;

  • Luas total ke-13 KPI REBANA sekitar 43 ribu hektar atau setara dengan produksi beras setahun lebih dari 400 ribu ton serta setara dengan luas lahan yang dikelola oleh 146 ribu keluarga petani di Jawa Barat.  Maka, Produksi Beras dan Pangan Jawa Barat dipastikan akan BERKURANG.
  • Kebutuhan air baku Kawasan REBANA adalah sebesar 16.521,77 Liter/detik, melampaui total debit alternatif sumber air baku di Kawasan REBANA sebesar 12.850 Liter/detik. Artinya potensi ancaman kekeringan air bersih akan terjadi ketika rencana ini dipaksakan terus di bangun.
  • Mayoritas mata pencaharian di lahan eksting adalah petani dan buruh tani, Petani dan buruh tani akan terancam kehilangan mata pencaharian dari sektor pertanian, perkebunan dan perikanan.
  • Jenis mata pencaharian/pekerjaan baru yang muncul membutuhkan kapabalitas, keterampilan dan keahlian khusus yang tidak dimiliki warga di wilayah eksisting.

Terakhir akan adanya mekanisme perijinan melalui system online single submission ( OSS ) akan menghilangkan ruang partisipasi bagi masyarakat yang akan menerima dampak dari rencana kegiatan pembangunan. selain ruang-ruang partispasi hilang kebijakan ini di duga akan memunculkan konplik horizontal dikalangan masyarakat yang akan terdampak dari rencana kegiatan pembangunan tersebut.

Untuk itu Walhi Jabar Mendesak serta merekomendasikan kepada pemerintah pusat dan provinsi untuk segera mencabut UU Cipta Kerja karena tidak merepresentatifkan kepentingan rakyat dan hanya akan mengakomodir kepentingan pengusaha serta memberikan kontribusi yang besar terhadap kerusakan Lingkungan.

Kemudian batalkan rencana 13 kawasan peruntukkan industri agar terhindar dari alih fungsi lahan pangan, kerusakan lingkungan yang semakin tidak terhindarkan seperti di kabupaten/kota lain yang sudah menjadi daerah industri-industri besar.

Selain itu juga Walhi Jabar medesak membatalkan perpes nomer 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan di kawasan REBANA dan Jabar selatan, karena tidak memiliki kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), Jika pun ada KLHS kami belum pernah mengetahui karena belum pernah di sosialisasikan kepada public, selain itu perpes tersebut bertentangan dengan peraturan Daera Provinsi Jawa Barat no 09 tahun 2022 tentang rencana tata ruang wilayah provinsi Jawa Barat.

“Dan terkhir, Kawasan Pesisir utara Jawa Barat harus menjadi sabuk hijau dan sumber pangan Jawa Barat bukan untuk PLTU atau Industri, “tukasnya. (hnd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *