Journalis Journey Solidarity Overland Trip 5, Menembus Baduy Jero Jelang ‘Puasa’ Kawalu (2-Habis)

Manager EO Radar Sukabumi, Vega Sukma Yudha
Manager EO Radar Sukabumi, Vega Sukma Yudha (kedua dari kanan) saat disambut oleh warga Baduy dalam.

Sebagai gantinya, anak-anak diajarkan di sekolah adat, seperti cara berburu, bercocok tanam dan lain-lain. Soal budi pekerti lebih diajarkan orang tua masing-masing. “Meski tak sekolah, kami mah teu buta tempoeun kana tulisan (buta huruf),” timpal Sarip.

Ia menuturkan, sejak remaja dia sering mengantar tamu dari luar yang ingin Baduy Jero. Jadi sedikit demi sedikit ia juga paham bahasa Indonesia. Pertukaran informasi soal kehidupan dunia luar pun terjadi di sana. Bahkan, menurut dia, sebagian anak-anak Baduy Jero mengenal tulisan dari mahasiswa yang memang sengaja KKN atau penelitian di kampungnya.”Menurut kami, selama tidak melanggar ajaran atau amanah leluhur ya kami terima,” terangnya.

Bacaan Lainnya

Kami berbicara banyak hal waktu itu. Dari urusan baju, tata cara pernikahan sampai pemakaman. Tiap kampung yang ada di sana memiliki warga yang memang ahli dan sudah ditunjuk Pu’un dalam bidangnya masing-masing. Contoh kecil patuhnya pada ajaran lama adalah penempatan komplek pemakaman tradisional Baduy Jero.

“Astana (kuburan) adanya di sebelah barat kampung. Itu wajib. Tanda nya adalah pohon hanjuang. Semua di kita sudah diatur oleh aturan leluhur yang disampaikan dan diajarkan secara turun termurun,” timpal Sanip.

Di perjalanan menuju Ceplak Bungur yang merupakan kawasan Baduy Luar tempat kami menginap, kami sempat melintas areal astana. Meski tidak secara gamblang dan ngeh melintas ke tempat tersebut, kami merasakan sesuatu yang tak bisa dilukiskan oleh apapun.

Keluar dari perkampungan, jalan batu setapak, jembatan bambu dengan aliran sungai yang jernih, rimbunnya vegetasi belantara hutan dan kabut tipis di tengah hujan, cukup membuat suasana tim merasa tentram dan damai. Belum lagi barisan leuit berjajar rapi.

Seolah memandu kami yang tak tahu akan ada tanjakan dan turunan terjal di depan sana. Ahh sudah lah, momen waktu itu, indahnya nyaris melebihi puisi Gerimis di Bulan Januari karya Moammar Emka. (**)

Pos terkait