Reaksi CEO Tokped Soal Rencana Crossboder E-Commerce

ILUSTRASI: Pedagangan e-commerce.

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Rencana pemerintah mengatur bisnis perdagangan produk-produk asing yang dijajakan lewat aplikasi belanja online lintas negara (cross-border e-commerce), diyakini tidak akan berpengaruh terhadap seluruh platform marketplace. Salah satunya untuk aplikasi rakitan asal Indonesia, Tokopedia.

Crossboder e-commerce belakangan ini memang telah menjadi trend di Indonesia. Transkasinya pun telah mencapai 5 persen dari seluruh transaksi di aplikasi jual-beli online. Khawatir Indonesia akan digempur produk asing, pemerintah pun menggodok aturan main untuk produk-produk tersebut.

CEO PT Tokopedia (Tokped) William Tanuwijaya memastikan, perusahaan yang dipimpinya tersebut bukan pemain dari crossborder e-commerce. Dari enam juta pedagang yang menjual di Tokopedia, seluruhnya merupakan merchant domestik.

“Kalau Tokopedia tak ada impor langsung, tokped 100 persen marketplace domestik,” kata William di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Senin (22/7).
Ia menyatakan bahwa memang terdapat beberapa produk yang merupakan barang impor di Tokped. Tapi barang tersebut telah melalui bea cukai alias bukan barang impor langsung. Artinya, produk-produk itu telah memiliki nama dan melalui proses bea barang di Indonesia.

“Jadi barang impor yang dijual tokped sudah melalui bea cukai. Beda dengan marketplace cross border,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, produk impor dari crossborder memang memiliki perbedaan dengan impor pada umumnya. Simpelnya, crossborder e-commerce adalah produk yang dijual pedagang asli luar negeri yang membuat akun penjualan melalui aplikasi jual-beli Indonesia.

Mereka melakukan impor barang langsung dari pedagang ke konsumen yang berasal di Indonesia. Biasanya, waktu pengiriman barang lebih lama yaitu mencapai 15-30 hari. Ongkos kirimnya pun juga lebih mahal karena barang dikirim langsung dari luar negeri.

Keunggulan dari barang yang dijual di crossboder e-commerce biasanya sangat murah. Terlebih kualitasnya pun terbilang lumayan baik. Adapun salah satu aplikasi jual-beli online yang diketahui telah menjadi pemain disini adalah PT Shopee Indonesia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahya Widayanti mengatakan, pemerintah tidak mau sampai kebobolan dengan arus produk-produk dari luar negeri. Catatannya, perkembangan cross-border e-commerce telah mencapai 5 persen dari seluruh transaksi e-commerce.

Menurut Tjahya, angka tersebut harus terus dijaga agar tidak terus mengalami peningkatan. Apalagi, kata dia, pertumbuhan cross-border e-commerce saat ini masih sulit untuk dikontrol oleh pemerintah. Itulah kenapa, pihaknya tengah membahas aturan teknis yang mengatur permasalahan tersebut.

“Jadi, kami menjaga. Jangan sampai kita kebanjiran barang jasa langsung gitu aja. Kita harus buatkan rambu-rambunya,” kata Tjahya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.

Ia memahami, aktivitas cross-border e-commerce memang legal di Indonesia. Akan tetapi, pihaknya ingin transaksi ekspor dan impornya tetap mengikuti aturan yang berlaku dari pemerintah. Nantinya, entah ada peraturan skema perpajakan atau skema bea masuk ke Indonesia.

“Nah, barusan kami berdiskusi untuk itu. Supaya nanti level playing field-nya dengan produk dalam negeri itu terjadi,” terangnya.

Nantinya, pemerintah juga akan memutakhirkan data perkembangan cross-border e-commerce dari para penyedia jasa jual-beli online. Aplikator akan diminta untuk menyiapkan data perkembangan transaksi jual-beli produk asing tersebut. (igm)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *