Selalu Rugi, Nelayan Tradisional Palabuhanratu Butuh Cold Storage

tokoh nelayan Palabuhanratu mengakui tangkapan ikan selalu rugi dan terus menurun. Kondisi ini dirasakan sejak tahun 2000. Bahkan, ketika pada 2023 nelayan banyak mendapat tangkapan, harga justru anjlok.
tokoh nelayan Palabuhanratu mengakui tangkapan ikan selalu rugi dan terus menurun. Kondisi ini dirasakan sejak tahun 2000. Bahkan, ketika pada 2023 nelayan banyak mendapat tangkapan, harga justru anjlok.

SUKABUMI — Tandim Pohang, tokoh nelayan Palabuhanratu mengakui tangkapan ikan selalu rugi dan terus menurun. Kondisi ini dirasakan sejak tahun 2000. Bahkan, ketika pada 2023 nelayan banyak mendapat tangkapan, harga justru anjlok. Ikan lisong, dari harga Rp 50.000, dihargai tengkulak Rp 5.000 per kilonya saat tangkapan berlimpah.

Sementara, sebelumnya ikan justru sulit didapat. Persisnya mulai 2015. Tandim menyebut, tangkapan ikan makin seret, akibat lingkungan yang tercemar dan banyaknya nelayan yang menggunakan alat tangkap bolga. Situasi saat ini, jauh bila dibandingkan dengan berlimpahnya ikan di teluk Palabuhanratu pada 1993 hingga tahun 2000-an.

Bacaan Lainnya

“Tangkapan ikan semakin menjauh. Dulu nelayan (mencari) ikan hanya cukup dua sampai tiga mil sudah dapat. Sekarang harus puluhan mil baru mendapatkan ikan, tidak ada lagi ikan di pinggir. Ikan semakin menjauh dari teluk Palabuhanratu,” jelas Tandim yang sudah menjadi nelayan selama 35 tahun. Ia belajar langsung dari ayahnya, sejak masih duduk di kelas 1 SD.

Tandim mengenang saat dirinya remaja, amat mudah menemukan udang rebon di Pantai Palabuhanratu. Namun saat ini sudah sulit didapat. Pria tiga anak ini menyebut, sejumlah perubahan Teluk Palabuhanratu. Mulai dari limbah pabrik, hingga aktivitas PLTU yang mencemari perairan. Belum lagi BBM yang mahal dan ketersediaannya yang tak selalu mudah didapat.

“Beli keluar harus pakai barcode. Sekarang soal BBM juga benar-benar menjadi masalah. Susahnya mendapatkan BBM (menimbulkan) pertanyaan, kemana BBM untuk nelayan kecil sementara nelayan besar aman-aman saja,” tanyanya. Ini masih ditambah, besarnya ketergantungan nelayan pada tengkulak.

“Ke depan saya ingin cold storage untuk para nelayan kecil seperti kami. Di saat banyak ikan, kami tidak perlu menjual dengan murah. Nah ketika harga mulai stabil kita bisa menjualnya dengan harga pantas, sehingga pendapatan nelayan dan ekonomi nelayan tidak terus seperti ini,” tegasnya.

Situasi ini, membuat nelayan rata-rata tidak memiliki tabungan. Akibatnya ketika musim paceklik, mereka terlilit hutang. “Mau tidak mau hutang pinjam dulu ke warung untuk resiko ketika hasil tangkapan zong atau tidak ada. Kalau hasil tangkapan ada bisa melunasi hutang. Itu membuat ekonomi merosot. Karena nelayan tidak mendapatkan hasil itu sering sekali. Jika sudah begitu harus pinjam ke orang,” jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *