Sejarah China Town Odeon Sukabumi Sejak 1821, Vihara Widhi Sakti Simbol Toleransi

Festival Cap Go Meh Kota sukabumi
Suasana Vihara Widhi Sakti, Jalan Pajagalan, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi dipadati masyarakat untuk menyaksikan perayaan Cap Go Meh. (foto : Dok Radar Sukabumi)

SUKABUMI — Berdasarkan catatan koran belanda (Bataviasche courant) edisi terbit 29-12-1821. Mencatat ada beberapa orang Tionghoa atau China sudah berada di Sukabumi.

Memang hampir semua kota di Indonesia ditemumkan pemukiman yang diidentifikasi sebagai area komunitas Tionghoa. Tidak hanya di Bogor dan Bandung, juga ditemukan di Kota Sukabumi. Pada masa ini area pecinan (China Town) di Kota Sukabumi berada di sekitar Odeon. Keberadaan orang-orang Tionghoa di Soekaboemi paling tidak sudah diketahui tahun 1821.

Bacaan Lainnya

Pada awal mulanya penyebaran orang-orang Tionghoa ke Sukabumi dan Bandung berasal dari kota Cianjur. Sedangkan orang-orang Tionghoa di Cianjur datang dari Buitenzorg atau Bogor saat ini.

Dengan melihat catatan yang ada, kemungkinan orang china sudah datang ke Sukabumi jauh-jauh sebelum 1812, hal ini dapat dihubungkan dengan terbentuknya lahan partikiler (land) di district Gunung Parang yang kemudian dirumah menjadi land Sukabumi.

Pemilik land Sukabumi, Andries de Wilde diduga kuat membuka ruang bagi orang-orang Tionghoa untuk melakukan aktivitas perdagangan di Sukabumi dan sekitar.

Vihara Widhi Sakti
Vihara Widhi Sakti Tempo Dulu. foto: Istimewa

Berdasarkan catatan yang lain, dulu sebelum bernama Vihara Widhi Sakti, Kelenteng tersebut bernama Bie Hian Kong. Hian atau Han berasal dari nama Dewa Han Tan Kong. Patung Dewa Han Tan Kong, berasal dari Tiongkok yang dibawa seorang bermarga Thung, patung tersebut diyakini sebagai dewa pelindung.

Tahun 1843 Tan Soeij Tiong membeli konsesi perkebunan Sinagar untuk dijadikan perkebunan teh Cina, dimungkinkan dia juga membawa para pekerja Tionghoa. Tahun 1864 tercatat ada 98 orang Tionghoa di Sukabumi, tersebar di Gunungparang, Ciheulang, dan Cicurug.

Perkebunan Sinagar yang termasuk Distrik Ciheulang kemudian mengalami kemajuan di bawah kepemilikan EJ Kerkhoven sejak 1880 yang juga mempekerjakan mandor Tionghoa, bahkan memperistri orang Tionghoa bernama Goeij La Nio.

Sejak dibangun jalur kereta api pada 1882, semakin banyak orang Tionghoa masuk membentuk perkampungan Cina (Chinatown) sehingga mencapai 2.100 orang hingga 1905. Pada saat itu aktivitas keagamaan orang Tionghoa di Sukabumi berada di rumah-rumah yang disepakati. Salah satu tempat ibadah diantaranya adalah di Jalan Pelabuhan II.

Tradisi Kongco dalam Cap Go Meh

Kongco kemudian ditempatkan di daerah Gudang Balok saat ini Gang Murni, Jalan Pelabuhan II. Kemudian berdatangan warga bersembahyang kepada Kongco serta berdoa memohon keselamatan dan keberkahan. Saat itu juga masih banyak orang yang menguasai ritual Kitang (ritual menggunakan darah yang ditulis di atas kertas siukim) untuk menolong umat.

Cap Go Meh Kota Sukabumi
Perayaan tahun baru imlek 2574 terlihat ramai di Vihara Widhi Sakti Sukabumi Kecamatan Warudotong

Dalam proses pengobatan masyarakat, Kongco menginginkan rupangnya digotong mengelilingi Kota Sukabumi untuk mengusir roh jahat yang mengganggu penduduk. Kongco diarak melalui rute Selatan Jl Pelabuhan II bawah, timur jalan Ciaul, utara Jalan Selabintana, barat Jalan Jendral Sudirman, Degung.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *