Sabdo Palon, Naya Genggong dan Semar, Benarkah Mereka Menagih Janji?

kang-warsa

 

Kerajaan besar seperti Mesir Kuno yang kokoh bertahan hingga 3.000 tahun lebih saja pada akhirnya runtuh dan tidak pernah lahir kembali. Kondisi Majapahit di masa keruntuhan diwarnai oleh konflik internal dan perebutan kekuasaan. Tanpa perlu diserang habis-habisan pun kerajaan ini akan runtuh dengan sendirinya. Dan dalam politik, pergantian kerajaan lama oleh kerajaan baru merupakan hal wajar. Bukankah Majapahit juga lahir di masyarakat yang sebelumnya memegang teguh Kapitayan?

 

Jika sosok imajinatif seperti Naya Genggong merupakan seorang penasehat dalam hal ini memiliki kekuatan spiritual tinggi, saya pastikan sosok dengan tingkat spiritual tinggi tidak akan pernah menjadi arwah penasaran yang terus-menerus diposisikan oleh penganutnya sebagai debt collector peradaban. Seorang pandita dengan kemampuan dan kaweruhnya tidak akan memendam duka lara dan dendam kesumat karena mereka selalu memasrahkan diri kepada Tuhan dan mempercayai apa saja yang hilang dalam kehidupan ini akan hadir kembali dalam bentuk lain. 

 

Seorang resi apalagi maharesi tidak akan pernah penasaran dan bergentayangan menagih janji peradaban karena mereka sudah memahami cara hidup tenang. Tidak jauh berbeda dengan kelompok ekstrimis yang sering menjadikan agama sebagai senjata dengan sangat mudah mereka menggunakan ayat al-Quran dan Hadits nabi untuk menyerang pihak lain. Sangat jauh dari tuntutan dan cara-cara Rasulullah ketika berdakwah. Padahal, cara-cara yang ditempuh oleh Wali Songo justru sejalan dengan strategi dakwah Rasulullah yang mengakomodasi budaya masyarakat.

 

Kemajuan peradaban suatu bangsa ditentukan oleh sejauh mana bangsa tersebut mampu menyajikan keyakinan namun tidak mengesampingkan nalar dan akal sehat. Peradaban masa lalu telah memberikan contoh tentang hal ini. Peradaban Mesir Kuno, Mesopotamia, Sungai Kuning, Mohenjodaro, dan lainnya telah tampil sebagai bagian dari sejarah peradaban ketika mereka telah mampu menghadirkan matematika, astronomi, dan ilmu-ilmu sosial di dalam kehidupan. Bangsa yang hanya meyakini mitos dan imaji khayali akan selalu tersungkur di bawah peradaban leluhurnya sendiri bukan di bawah peradaban orang lain.

Pos terkait