Kisah Mengharukan Ircam Fanani Bisa Berangkat ke Sabah

Ircam Fanani harus bersaing dengan 60 peserta dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, untuk bisa mengabdi di Sabah, Malaysia, mengajar anak-anak TKI. Dalam seleksi di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Universitas Negeri Malang (UM), Ircam masuk 18 peserta yang diberangkatkan ke negeri jiran.

NUR WACHID, Ponorogo

HANDPHONE Ircam Fanani berdering. Nama istrinya terpampang di layar smartphone. Ucapan salam dari anak sulungnya dari balik seluler. Suara Ircam sedikit tercekat menahan air mata yang tak henti mengalir.

Beberapa saat kemudian, dia membalas salam dan menanyakan berbagai hal kepada anak sulungnya tersebut.‘’Bisa berangkat ke sini berkat anak sulung saya,’’ kata Ircam Fanani.

Kesempatan berangkat mengajar di negeri jiran penuh perjuangan. Dia yang sejak lama membidik program Kemendikbud itu mencoba daftar setelah adanya pengumuman seleksi program. Salah satu syaratnya, pendaftar harus memiliki sertifikat pendidik.

‘’Kebanyakan yang ikut itu dari alumni SM3T,’’ ujar jebolan Prodi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Ponorogo 2006 lalu itu.

Masih pekat dalam ingatannya, selama dua hari dia harus menjalani rangkaian tes di LPTK Universitas Negeri Malang (UM). Tes yang harus dia jalani mulai tes pengetahuan umum dan psikotes, studi kasus, michroteaching, dan wawancara. Sebelumnya dia tidak menyangka sampai harus menginap. Sementara ongkos yang dibawa pas-pasan. Beruntung, ada uang yang seharusnya dibayarkan anak sulungnya untuk biaya sekolah yang dia bawa.

‘’Akhirnya itu yang saya pakai dulu. Itu kenapa tadi saya menangis,’’ ucapnya.
Selang beberapa hari kemudian, hasil seleksi diumumkan.

Terkejut bercampur bangga begitu namanya termasuk 18 dari 60 peserta yang lolos. Dia melayangkan izin ke pihak sekolah tempat dia mengajar sejak 2009 silam, SD Bright Kiddie. Pihak sekolah pun menyambut dengan sukacita.

Bahkan, Ircam mendapat dukungan penuh, pihak sekolah bersedia menampung kembali Ircam setelah pulang dari negeri jiran.

‘’Berangkat sendiri, istri dan anak-anak gak boleh ikut,’’ ungkap ayah dua anak tersebut.
Semangat ingin mengentaskan pendidikan anak-anak TKI di Sabah, Malaysia, dari ketertinggalan pendidikan juga didukung penuh orang tua. Sumari, ayahnya yang bekerja sebagai penjahit, tak ingin nasib anaknya seperti dirinya yang SD saja tidak lulus.

Pun Mistun, ibunya yang jualan nasi pecel, selalu mengingatkan bahwa jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain. Ibunya juga selalu menasihati Ircam agar setia menekuni profesi guru.

‘’Semangat itu terus saya rawat agar selalu konsisten saat mengajar di sini. Anak-anak TKI ini harapan saya,’’ ucapnya.

 

(c1/fin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *