Cerita Maria Cellina Diterima S-2 di Empat Kampus Paman Sam

Maria Cellina Wijaya Diterima S-2 di Empat Kampus Top Negeri Paman Sam
DIBORONG: Maria Cellina Wijaya menunjukkan letters of acceptance yang dia terima dari empat universitas ternama di Amerika Serikat.

 Gara-gara Pandemi, Ingin Fokus Isu Kesehatan Sistemis

Kemampuan Maria Cellina Wijaya yang di atas rata-rata sebenarnya tampak sejak kecil. Pernah menjadi lulusan termuda dan meraih gelar SKed di usia 19 tahun, Cellina kini kembali menorehkan prestasi dengan diterima di empat universitas ternama di Amerika Serikat.

Bacaan Lainnya

RETNO DYAH AGUSTINA, Jawa Pos

PRINSIP Cellina sebenarnya simpel. Dia tidak bisa kalau tidak tahu. Apapun yang menarik perhatiannya pasti dikorek sampai akar-akarnya. Rasanya gelisah jika belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

”Lebih kayak fear of missing out (FOMO) ya,” kata Cellina, kemudian tertawa.

Konsep itulah yang bikin Cellina terus belajar. Meski sudah menyelesaikan pendidikan kedokteran dan mengantongi gelar dr di depan namanya, Cellina masih punya semangat belajar yang tinggi.

”Awalnya sempat mau ambil spesialisasi seperti kebanyakan teman-teman di sini,” kenang alumnus Universitas Airlangga itu. Namun, pandemi memang mengubah persepsinya. Menjalani proses pendidikan praktikum di puskesmas menjadi salah satu pemicunya.

”Jadi sadar kalau sistem kesehatan di sini perlu banyak perbaikan,” ujarnya.

Mulai fasilitas kesehatan kecil hingga besar, semua merasakan dampak pandemi yang tak main main. ”Di situ juga tebersit, masak sih seumur hidup aku hanya resepin obat dan menyembuhkan orang sakit?,” tutur perempuan kelahiran 1997 itu.

Sebagai dokter, Cellina merasa masih banyak peran yang bisa diambil. Banyak ranah kesehatan yang bisa disentuh dan dikembangkan. Isu kesehatan bukan hanya soal menyembuhkan yang sakit, melainkan juga mencegah orang untuk sakit. Sesuatu yang selama ini dia rasa belum banyak dilakukannya.

”Kalau sekadar kasih obat, tapi nggak ada perbaikan di sistem semuanya, ya bakal begini terus. Kalau ada pandemi, ya luluh berantakan lagi kayak gini,” ucapnya.

Kegusaran itu membuat Cellina kepo, jalan apa ya yang bisa dilakukan? Dia kemudian mulai melirik pendidikan kesehatan masyarakat atau public health sebagai salah satu cara.

”Padahal, di kampus dulu, materinya hanya selewat. Bahkan bagiku boring banget saat itu,” kenangnya.

Keputusan untuk melanjutkan S-2 di bidang kesehatan masyarakat sebenarnya bukan yang pertama. Cellina sebelumnya pernah iseng daftar dan kuliah beberapa waktu di S-2 hubungan internasional di Universitas Airlangga.

”Dulu kayak menarik gitu,” ujar Cellina, kemudian tertawa.

Ilham untuk daftar di jurusan HI didapat saat dia mengikuti konferensi Sustainable Development Goals (SDGs) yang diadakan di Malaysia.

”Pas itu zaman masih co-ass. Iseng banget emang,” kenangnya.

Awalnya Cellina memang hanya fokus di bidang kesehatan. Namun, dia juga menyadari bahwa dunia ini luas dan punya banyak bidang yang bisa terkoneksi pada kesehatan. Tebersit untuk bekerja di WHO atau PBB. Salah satu jalan yang paling memungkinkan adalah kuliah jurusan HI.

”Terus pas masuk, aku nggak mudeng itu apa saja,” katanya, lantas terbahak.

Setelah satu semester, Cellina memilih untuk mencari jalan lain. Pada 2020 Cellina serius menyasar pendidikan kesehatan masyarakat di Harvard TH Chan, bagian Harvard University yang menaungi public health. Dia diterima di kelas part time.

”Padahal, syarat LPDP itu kan full time. Akhirnya aku cari yang lain lagi,” jelasnya. Pada 2021 dia berhasil mengantongi empat letters of acceptance lagi. Yaitu, dari Masters of Public Health Harvard TH Chan, Masters of
Public Health Johns Hopkins, Masters of Public Health Columbia University, dan Master of Medical Sciences in Global Health Delivery Harvard Medical School.

”Aku lihat bidang yang aku tuju tentang sistem global itu lebih cocok di Harvard Medical School. Jadi, itu yang akhirnya bakal aku jajaki,” ucap ibunda Alma Atmando itu.

Cellina mengatakan, dirinya bakal belajar banyak hal yang memengaruhi sistem kesehatan, termasuk sistem suatu negara, ketimpangan sosial, hingga kesetaraan gender. Sebagai seseorang yang high achiever, Cellina memberikan tips penting. Yaitu, jangan terlalu menunggu sesuatu hingga sempurna.

”Jalan saja dengan apa yang kita punya dulu. Jangan nunggu, ah nanti saja kalau sudah punya waktu luang banyak, ah nanti saja kalau anakku sudah besar buat S-2,” ucap dia memberi contoh. (*/c7/git)

Pos terkait