Waspada, Paparan Sinar Matahari Picu Kontaminasi pada  Galon  Isi Ulang Polikarbonat

galon plastik Matahari
Ilustrasi galon plastik isi ulang (Riana Setiawan/Jawa Pos)

JAKARTASinar matahari,  guncangan dan gesekan terus menerus pada air dalam kemasan galon isi ulang berbahan plastik keras polikarbonat  terbukti berpotensi membahayakan kesehatan manusia.

Galon polikarbonat yang terpapar sinar matahari dalam waktu lama, dengan rantai perjalanan dari sejak pendistribusian awal hingga proses transportasi menuju lokasi penurunan, hingga berpindah ke tangan penjual dan konsumen, sangat potensial menyebabkan pelepasan senyawa kimia Bisphenol-A (BPA) sehingga  air dalam kemasan galon polikarbonat terkontaminasi.

Bacaan Lainnya

BPA diketahui menjadi pemicu munculnya gangguan pada perkembangan otak janin, dapat memengaruhi perilaku anak, menyebabkan gangguan reproduksi pada laki-laki dan perempuan, diabetes, ginjal, gangguan jantung, hingga kanker. Pada kadar yang rendah, Badan Pengawas Obat dan Makanan(BPOM) Amerika Serikat (FDA) menyebut BPA  tidak berbahaya. Tetapi  pada tingkat yang lebih tinggi dan terus menerus dikonsumsi,  BPA berpotensi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

“Kalau proses pendistribusian air galon tidak diperhatikan, maka  senyawa kimia BPA berpotensi cepat terlepas  dan bisa membahayakan kesehatan masyarakat,” kata Prof.  Andri Cahyo Kumoro, Guru Besar bidang pemrosesan pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro baru-baru ini.

“Produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) tidak boleh lalai menjaga kualitas air kemasan di dalam galon. Bahkan proses pendistribusian pun harus lebih diperhatikan, agar kualitas air tetap terjaga.”terangnya

Dikatakannya,   masyarakat memang masih banyak yang belum mengetahui bahaya  BPA pada manusia. Itu sebabnya, salah satu cara cepat untuk membuat masyarakat cepat paham dan sadar adalah dengan memberlakukan pelabelan BPA pada  kemasan galon polikarbonat. Cepat atau lambat, produsen harus segera mengganti kemasan galon polikarbonat mereka selama ini, dan menggantinya dengan “kemasan yang lebih aman dan bebas BPA,” katanya  menambahkan.

Sebelumnya, BPOM secara terbuka telah menyatakan ditemukannya bahaya kandungan  BPA pada sebagian produk air minum dalam kemasan. Dalam revisi terbaru Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, produsen air minum yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat diwajibkan mencantumkan label ‘Berpotensi Mengandung BPA’.

Kepala BPOM, Penny K. Lukito menegaskan bahwa  BPOM berkepentingan  melindungi masyarakat dengan memberikan informasi yang benar, dan karenanya BPOM berinisiatif  melakukan pengaturan pelabelan pada  AMDK galon plastik keras polikarbonat.

Dalam kesempatan terpisah, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Prof. Junaidi Khotib mengatakan, praktik distribusi galon isi ulang yang tidak dikelola dengan baik memang bisa memperburuk pelepasan BPA.

“Pelepasan senyawa kimia ini sangat tergantung pada suhu dan tingkat keasaman. Ketika dalam proses distribusi dan produksi, kemasan galon air minum yang terpapar cahaya matahari langsung suhunya akan meningkat, maka tentunya akan sangat cepat terjadi migrasi,” kata Junaidi.

Ditambahkannya, sebagian besar negara di dunia telah mengatur penggunaan BPA melalui regulasi. Regulasi diperlukan,  mengingat bagaimana mudahnya partikel BPA masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman, “akibat terjadi pelepasan atau migrasi partikel BPA ke makanan atau minuman yang bersinggungan langsung dengan kemasan primer,” katanya.

“Konsentrasi BPA dalam darah dan urin sangat erat dengan berbagai penyakit yang berkaitan dengan gangguan endokrin, yaitu gangguan pada hormonal sistem, perkembangan saraf, dan mental pada anak-anak.”terangnya

“Fokus kajian kami terkait perkembangan mental pada anak usia dini, karena  sebenarnya generasi masa depan tergantung dari kesehatan anak-anak yang saat ini sedang dalam tahap masa tumbuh kembang  dan usia remaja. Harapan Indonesia diletakkan pada anak-anak  itu,” katanya.

Dengan kata lain,  Junaidi ingin menegaskan,  bahwa anak-anak yang mengonsumsi air terkontaminasi BPA dari sejak usia dini akan mencetak generasi yang tidak sehat dan nantinya akan berdampak negatif pada masa depan  Indonesia.

Hasil temuan penelitian  terkait dampak paparan BPA pada perkembangan otak dan gangguan perkembangan mental pada anak-anak  ini dilakukan bersama tim yang berasal dari beberapa Fakultas di lingkungan Universitas Airlangga, yaitu Fakultas Farmasi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Sains dan Teknologi.

Karenanya, Junaidi sepakat apabila diterapkan regulasi yang mengatur bagaimana acceptable daily intake penggunaan kemasan plastik agar bisa terus diturunkan secara progresif.  Senada dengan BPOM, ia menyatakan perlunya dilakukannya edukasi dan peningkatan kesadaran pada masyarakat untuk memilih produk makanan dan minuman yang kemasan plastiknya bebas BPA.

Pos terkait