Tim Advokasi Ajak Polisi Adu Data, Tersangka Kasus Penyiraman Novel Dianggap Janggal

Dua tersangka penyiram Novel Baswedan di Polda Metro Jaya. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

RADARSUKABUMI.com – Pengungkapan dua tersangka dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan menyisakan tanda tanya bagi tim kuasa hukum penyidik senior KPK tersebut. Dua hari mengikuti perkembangan hasil penyidikan kepolisian, mereka melihat banyak hal yang belum jelas. Malah, bukannya membuat terang, mereka menilai ada upaya pengaburan masalah.

Haris Azhar, kuasa hukum Novel, menyampaikan, dua tahun lebih penanganan kasus Novel mandek, pihaknya terkejut saat melihat Polri mengumumkan dua tersangka. Menurut dia, keterangan Polri tidak sesuai dengan jejak-jejak penanganan kasus kliennya. ”Ini sesuatu yang totally, bener-bener ini di luar jejak-jejak yang ada,” kata dia kepada Jawa Pos kemarin (28/12).

Bacaan Lainnya

Sebagaimana disampaikan Novel sebelumnya, Haris menyebutkan bahwa pihaknya tidak tahu-menahu siapa dua tersangka itu dan ada kaitan apa dengan Novel. Apalagi bila melihat keterangan seorang tersangka saat dipindahkan polisi dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim Polri. Haris melihat seolah-olah tersangka punya masalah pribadi dengan Novel. Padahal, Novel sama sekali tidak mengenal mereka.

Menurut Haris, pengungkapan dua tersangka itu justru aneh. Dia bahkan menyebutkan, terkesan ada upaya pengaburan masalah dalam penanganan kasus Novel. Sejak awal pihaknya melihat ada kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut. Misalnya, ada barang bukti yang hilang. Padahal, bukti itu sangat penting. Kejanggalan tersebut, kata dia, kian jelas saat Polri mengumumkan kedua tersangka.

”Keanehan itu bisa kami jawab hari ini. Oh, ternyata memang untuk mengaburkan masalah dan terbukti hari ini disebut dua orang yang punya dendam pribadi,” ungkap dia. Meski Polri belum menyampaikan secara pasti motif tersangka, sempat beredar informasi dari Indonesia Police Watch (IPW) bahwa tersangka menyiramkan air keras kepada Novel karena punya dendam.

Haris menilai pengumuman dua tersangka itu adalah upaya mengaburkan masalah yang selama ini melingkupi pengusutan kasus tersebut. ”Dari tim teknis beda, dibandingkan dengan fakta, saksi, dan lain-lain juga beda.”

Lebih jauh lagi, Haris menuturkan, jangan sampai pengumuman dilakukan Polri lantaran desakan publik dan target-target dari presiden. Sehingga fakta-fakta yang sudah ditemukan malah dikesampingkan. Haris melihat tekanan itu membuat Polri, mau tidak mau, seperti terburu-buru mengungkap tersangka.

”Saya lihat ini kan cuma mau nyeneng-nyenengin presiden saja,” kata Haris. Dia belum yakin dua tersangka tersebut benar-benar pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. ”Ibarat kata, pasang badan aja lah,” tambahnya. Meski demikian, perkembangan penanganan kasus itu tetap dia ikuti.

Terpisah, salah seorang anggota tim advokasi Novel Baswedan, M. Isnur, mengungkapkan bahwa pihaknya juga melihat adanya upaya mengaburkan masalah. Hanya, dia bersama rekan-rekannya ingin melihat seberapa jauh Polri mengungkap kasus tersebut setelah mengumumkan kedua tersangka. ”Kalau enggak sampai nama jenderal, ya jelas ini mengarah pada dugaan-dugaan bahwa ada upaya mengaburkan masalah,” ujarnya.

Isnur turut menyinggung bocornya informasi soal keberadaan tersangka kasus Novel ke pihak lain di luar Polri. ”Neta Pane (ketua presidium Indonesia Police Watch, Red) sejak siang hari sudah merilis bahwa ada yang menyerahkan diri,” ungkapnya. Menurut Isnur, hal itu sangat aneh. Sebab, informasi soal tersangka kasus Novel tidak seharusnya bocor. Padahal, sebagai korban, Novel malah tidak tahu bakal ada pengumuman tersangka.

Pihaknya akan mencocokkan temuannya dengan data-data yang dibeber kepolisian. ”Kami juga (sudah) melakukan investigasi. Kami juga melakukan penelusuran. Kami juga punya fakta. Kami juga punya saksi,” bebernya.

Semua data yang dimiliki tim advokasi Novel Baswedan, lanjut Isnur, akan dicocokkan dengan data kepolisian. Walau belum memastikan langkah apa yang dilakukan berikutnya, sebut Isnur, pihaknya tidak berhenti mendorong presiden untuk turun tangan kembali apabila ada kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan kasus Novel.

Pada bagian lain, Ketua Presidium Indonesian Police Watch Neta S. Pane mendapat informasi bahwa dua pelaku tersebut adalah anggota Polri dari Satuan Brimob. Keduanya berpangkat brigadir. ”Untuk motifnya, saya menduga dendam,” ungkapnya. Yang pasti, Neta meminta Polri lebih terbuka dalam menjelaskan kasus itu. Khususnya soal perbedaan informasi apakah pelaku menyerahkan diri atau ditangkap.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan, masih gelapnya motif penyiraman membuat semua bertanya. ”Kenapa begitu? Apakah memang ada yang ditutupi?” ujarnya.

Kondisi tersebut justru membuat semua pihak berpikir soal kemungkinan kedua terduga pelaku memiliki alibi. Bila keduanya memiliki alibi dan dalam sidang diputus bebas, penyelesaian kasus Novel kembali mundur. ”Nanti terasa ada upaya mengulur waktu,” katanya.

Karena itu, Boyamin mendesak agar motif pelaku segera diungkap. Siapa pun yang terlibat harus ditangkap. ”Ini juga untuk kebaikan Polri. Jangan sampai dipandang hanya mengorbankan atau ada kecurigaan lain,” tuturnya.(jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *