25 Buruh Migran Asal Sukabumi Tersandung Masalah, Satu Diantaranya Meninggal Dunia di Riyadh

DIWAWANCARAI : Ketua SBMI Jawa Barat, Jejen Nurjanah saat diwawancarai Radar Sukabumi soal jumlah kasus buruh migran di Sukabumi.(FOTO : DENDI RADAR SUKABUMI)
DIWAWANCARAI : Ketua SBMI Jawa Barat, Jejen Nurjanah saat diwawancarai Radar Sukabumi soal jumlah kasus buruh migran di Sukabumi.(FOTO : DENDI RADAR SUKABUMI)

SUKABUMI — Puluhan buruh warga Sukabumi yang bekerja sebagai asisten rumah tangga ke luar negeri, banyak tersandung masalah.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Barat mencatat, sepanjang awal Januari 2023 sampai Oktober 2023, terdapat 25 buruh migran asal Sukabumi yang bermasalah, mulai dari over stay, pemberangkatan menggunakan non prosedural, hingga hak-hak kerja atau upahnya tidak dibayarkan oleh majikannya.

Bacaan Lainnya

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Barat, Jejen Nurjanah kepada Radar Sukabumi mengatakan, banyak warga Sukabumi yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di luar negeri, khususnya di negara-negara Timur Tengah, mengalami masalah.

“Iya, berdasarkan data sementara itu, ada sekitar 25 kasus buruh migran asal Sukabumi yang kita tangani sejak awal Januari sampai Oktober 2023 itu,” kata Jejen kepada Radar Sukabumi pada Selasa (31/10).

25 kasus buruh migran yang bermasalah di Sukabumi tersebar di beberapa kecamatan, termasuk Cicantayan, Sukaraja, Sukalarang, Kebonpedes, Cikembar, Ciracap, Cidahu, dan salah satu buruh sebagian ada di wilayah Kota Sukabumi. Mayoritas kasus-kasus ini terjadi karena para pekerja migran tersebut bekerja menggunakan jalur non prosedural atau ilegal.

“Kebanyakan dari mereka itu, bekerja sebagai ART di negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi dan Abu Dabi,” ujarnya.

Dari 25 kasus buruh migran yang bermasalah ini, sambung Jejen, salah satu buruh migran dari Kecamatan Cicantayan dikabarkan telah meninggal dunia karena sakit. SBMI bekerja sama dengan SBMI di Riyadh untuk mengidentifikasi keluarganya.

Namun, salah satu masalah yang dihadapi oleh pekerja migran non prosedural adalah bahwa hak-hak mereka seringkali tidak terpenuhi, seperti biaya pemulangan dan penanggung jawab.

“Jika ada PT atau perusahaan yang dapat menanggung biaya, itu bisa menjadi solusi yang lebih baik. Namun, karena banyak buruh migran berangkat menggunakan jalur ilegal, mereka seringkali tidak memiliki penanggung jawab di luar negeri,” timpalnya.

“Iya, akhirnya jenazah buruh migran yang meninggal dikarenakan berangkat dengan jalur non prosedural, harus dimakamkan di Riyadh karena tidak ada biaya dan penanggung jawab untuk mengembalikan ke Indonesia,” pungkasnya. (den/d)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *