Inovasi Usaha, Petani Muda Subang Ciptakan Sale dari Olahan Nanas

Petani Nanas Subang

SUBANG – Kementerian Pertanian saat ini mulai memberlakukan sistem klaster agribisnis untuk memajukan perekonomian dan mempermudah perputaran roda bisnis petani muda di wilayah binaan.

Sistem klaster diterapkan melalui program Youth Entrepreneur and Employment Support Services (YESS), program kerjasama Kementerian Pertanian dengan IFAD International Fund For Agricultural Development (IFAD) sebuah lembaga dana internasional untuk pengembangan pertanian.

Bacaan Lainnya

Salah satu klaster yang berhasil adalah Klaster Nanas yang terletak di Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang.

Klaster Nanas terdiri dari dari usaha budidaya buah nanas. Olahan buah nanas, hingga olahan limbah daun nanas yang diubah menjadi serat.

Kualitas buah nanas dari Subang sudah tidak diragukan lagi. Dengan kondisi topografi Subang yang berupa dataran tinggi, nanas menjadi ikon Subang dan hasil budidayanya sudah dikirim ke seluruh penjuru kota.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi menuturkan bahwa sekarang ini dibutuhkan sekelompok anak muda yang memiliki loyalitas dan integritas tinggi untuk memajukan sektor pertanian Indonesia.

Sudah saatnya pertanian dikelola oleh generasi milenial yang menggunakan kreativitas dan inovasinya sehingga pertanian kedepan menjadi pertanian modern yang tak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya tetapi juga berorientasi ekspor.

“Saat ini kita telah memiliki banyak petani milenial sekaligus enterpreneur di bidang pertanian,” sebut Dedi.

Asriyani, salah satu anggota Klaster Nanas yang fokus pada usaha olahan buah nanas. Aas, begitu ia disapa, saat ini mengolah buah nanas menjadi kerupuk rujak dan sale nanas.

Aas yang bergabung dengan program YESS pada awalnya menjadi penerima manfaat untuk pelatihan literasi keuangan dan kewirausahaan, termotivasi untuk membuka usaha oleh-oleh khas daerah tempat tinggalnya di Subang, yaitu buah nanas.

Awalnya Aas memulai usahanya dengan memproduksi kerupuk nanas. Namun, dengan banyaknya kompetitor dengan bidang usaha yang sama, Aas mulai mencari cara untuk membuat olahan buah nanas lain yang lebih unik.

“Saya ingin berinovasi dari produk tersebut. Dengan menciptakan produk nanas yang belum ada. Umumnya nanas itu hanya rasa original, jikalaupun ada rasa hanya berupa taburan bubuk. Inovasi saya ini yaitu dari bumbunya. Bumbu rujak nanas yang bahan utamanya juga diambil langsung dari buah nanas dan kita olah”, jelas Aas.

Aas mengaku penjualannya cukup laris, karena untuk pemasarannya Aas bekerjasama dengan beberapa toko oleh-oleh di Kota Subang. Selain itu, Aas juga memasarkan produknya secara online.

Setelah produk rujak kerupuk nanas dengan merk PINNAS cukup laris dipasaran, sifat wirausaha Aas dan suami pun penasaran untuk melakukan inovasi kembali. Untuk lebih menggoda selera konsumen, Aas mencoba memproduksi Sale Nanas.

Menuangkan sebuah ide ternyata tidak mudah. Pada awalnya Aas melihat peluang Sale dari buah nanas, karena Aas merasa selama ini Sale hanya terbuat dari olahan pisang saja. Aas mencoba praktik untuk pembuatan Sale Nanas, untuk memanfaatkan potensi daerah Subang, yaitu buah nanas. “Awalnya nggak langsung bagus. Gagal terus. Namun kita praktik bikin terus dan alhamdulillah menemukan resep yang pas sehingga menjadi produk Sale Nanas yang sekarang kita pasarkan”, terang Aas.

Aas menambahkan, bahwa produk barunya menjadi pelopor sale nanas yang pertama di Indonesia.

Produksi olahan buah nanas milik Aas awalnya sekitar 5 juta rupiah. Namun, sejak bergabung ke dalam klaster nanas program YESS, menambah jejaring pemasaran produksi Aas hingga omset mencapai 20 juta rupiah setiap bulannya.

Aas mengungkapkan, produk Kerupuk rujak nanas dan sale nanasnya banyak diminati lantaran dibanderol dengan harga cukup terjangkau dan rasa yang “tidak pelit bumbu”. “Sale nanas kita jual seharga 20ribu. Kerupuk rujak nanas kita jual di harga 15 ribu saja”

Dengan dikembangkannya klaster agribisnis sesuai dengan jenis komoditas, diharapkan para petani muda dalam satu daerah yang sama, dapat membentuk suatu komunitas yang saling bersinergi dengan simbiosis mutualisme. (wsd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *