Rawan Kecelakaan, Begini Dialog dengan Penunggu Jalan Raya Narogong

Proses dialog dengan penunggu jalan raya Narogong

RADARSUKABUMI.com – Faktor pengendara dan medan jalan disebut menjadi penyebab kecelakaan di Jalan Raya Narogong. Akan tetapi, ada juga yang menilai aspek turut mistis berperan.

Belakangan beredar isu bahwa di Jalan Raya Narogong butuh 7 nyawa untuk tumbal. Kabar seperti itu memang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Bacaan Lainnya

Parancah Leluhur, kanal mistis dan misteri di YouTube, rupanya tertarik dengan fenomena jalan yang kerap memakan korban jiwa ini. Pada 7 September 2019 mereka menerbitkan video mengenai Misteri Jalan Raya Narogong.

Video Parancah Leluhur, baik berupa potongan atau durasi penuh, tersebar ke berbagai media sosial belakangan ini. Hingga 13 September 2019, video itu telah ditonton sebanyak 146.109 kali. Parancah Leluhur memiliki subscriber sebanyak 5.790-an.

Pada video berdurasi 25.51 menit itu, tim vlog yang kerap mengeksplorasi tempat angker di bilangan Bogor, mewawancarai 3 penunggu setempat, yakni Buto Ijo, Monyet asal Cirebon, dan Mbah Geol.

Tim itu membawa 3 mediator, masing-masing dirasuki seorang penunggu. Agar tak membahayakan mediator, tim bergeser, menjauhi tepi jalan.

Melihat langsung video yang viral bersamaan dengan kabar banyaknya korban berjatuhan. Tim pojokbekasi.com mencatat beberapa hal yang menarik, termasuk transkrip dialog antara tim Parancah Leluhur dengan mediator yang kerasukan.

“Sebagai muslim. Hendaklah kita percaya kepada Allah apapun yang terjadi adapun takdir atau kelalaian pengguna jalan itu sendiri,” ucap Ustaz yang membuka acara.

Dengan kata lain, apapun yang diucapkan oleh makhluk yang merasuki mediator, janganlah terlalu dipercaya. Tetap meletakkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berdialog dengan 3 ‘Penunggu’ Jalan Raya NarogongMediator pertama
Penunggu pertama: Buto Ijo
Saat merasuki mediator, Buto Ijo tampak agresif meski ia membalas salam dari tim.

X: Kenapa di daerah ini selalu memakan korban?
Y: Tumbal! (memukul dada)
X: Berapa banyak yang kamu inginkan?
Y: Tidak terhitung!

Dia mengaku dikirim majikan dari arah yang ia tunjuk. Saat ia menggerakkan tubuh mediator, tim berusaha mencegah karena dinggap membahayakan.

X: Apa yang Abah lakukan?
Y: Ambil nyawa. Tabrak nyawa. Mobil. Motor. Dia taro sesuatu di jalan. Saya mau ambil lagi sekarang.
X: Sesuatu itu apa?
Y: Uang! Air!
X: Itu orang ambil uang itu?
Y: Tabrak dia!
X: Karena uangnya ketabrak, uangnya meninggal?
Y: Uang itu anak buah saya!

Maksudnya, uang dan air mineral yang diletakkan di tengah jalan itu adalah makhluk halus atau anak buahnya. Kendaraan yang melindas uang atau air itu akan bernasib apes atau pengendaranya meninggal. Kira-kira begitu pengakuan si Buto Ijo.

Y: Saya disuruh. Majikan yang ngasih, saya yang ambil.
X: Orang mana majikannya?
Y: Narogong!
X: Masih orang sini?
Y: Iya!
X: Dia minta tumbal apa? Dia nambah kaya?
Y: Tambah kaya!

Lanjut si Buto Ijo yang membuat mediator tak berkedip sekalipun, anak buahnya berasal dari gunung di Jawa. Si Buto Ijo mengaku hanya meminta satu tumbal tiap tahun.

X: Kenapa ini (ada korban, Ed) tiap hari?
Y: Orangnya banyak!
X: Bukan hanya 1 orang?
Y: Bukan! Salah satunya saya.

Berdialog dengan 3 ‘Penunggu’ Jalan Raya Narogong 2Mediator kedua. (ist)
Penunggu kedua: Monyet dari Cirebon
Mediator kedua kerasukan monyet yang berasal dari Cirebon. Saat roh masuk, gelagat mediator persis monyet, bergerak ke sana kemari, dan tertawa terkekeh-kekeh. Penunggu ini agak sulit diajak berkomunikasi.

X: Asalnya dari mana?
Y: Cirebon.
X: Untuk apa tinggal di Jalur Narogong?
Y: Jaga di pasar.
X: Sebagai apa Abah di situ?
Y: Biar usaha rame. Ada bos, ada.
X: Apa yang diberikan setelah usaha rame?
Y: Ikan. Ayam. (meronta-ronta)

Tak lama berbincang dengan penunggu ini karena tak kooperatif. Tim akhirnya memutuskan untuk mengeluarkannya dari tubuh mediator.

Berdialog dengan 3 ‘Penunggu’ Jalan Raya Narogong 3Mediator ketiga. (ist)
Penunggu ketiga: Mbah Geol
Mbah Geol agak tenang, tak seperti dua roh sebelumnya. Akan tetapi, sempat terlihat tubuh mediator seakan tak mampu mewadahinya. Jin itu berbicara dengan bahasa Sunda dan irit bicara.

X: Apa Anada tahu hal-hal yang tejadi di Jalan Raya Narogong?
Y: menjawab dengan bahasa Sunda
X: Apa benar yang dia (2 makhluk sebelumnya, Ed) katakan?
Y: Sasar!
X: Dia hanya menyesatkan?
Y: (mengangguk)
X: Tinggal di mana Mbah?
Y: Jalur ieu.
X: Sudah lama Abanh tinggal di situ?
Y: (menangguk)

“Tidak nyaman, coba Pak dibikin nyaman dulu,” ujar seorang anggota tim kepada Ustaz yang siaga di belakang.

X: Dulu apa jalur ini?
Y: Hutan
X: Apa penyebabnya (kecelakaan, Ed)?
Y: Takdir
X: Apa yang dikatakan 2 makhluk tadi tipu daya?
Y: (mengangguk)
X: Ada gangguan (kepada pengguna jalan, Ed) sedikit?
Y: (menangguk) Sama seperti manusia. Ada yang jahil juga.

Saat ditanya, makhluk ini kebanyakan hanya meangguk-angguk saja.

X: Kenapa dijuluki jalur tengkorak?
Y: Ulah manusia.
X: Kenapa sangat berturut-turut terjadi kecelakaan?
Y: Rukum iman yang keenam apa? (maksudnya qada dan qadar)
X: Pesan dari Abah untuk pengguna jalan?
Y: Syahadat sebelum bepergian. Mati dalam berkendara namanya syahid dunia.

(pojokjabar/izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *