Empat ODHA yang Bakal Ikuti Jakarta Marathon untuk Kumpulkan Donasi

Melalui program prevention of mother to child transmission (PMTCT) atau pencegahan penularan kepada anak, Eva memiliki anak ketiga. Dia bersyukur karena anaknya negatif HIV/AIDS. Namun, itulah yang membuat hati Eva tergugah. Sebab, tidak sedikit anak yang tertular orang tuanya yang mengidap HIV/AIDS. Saat sang orang tua meninggal, si anak sebatang kara. ”Maka, saya ingin berlari ini untuk mengumpulkan donasi bagi ADHA, anak dengan HIV/AIDS,” ujar Eva yang juga aktif di Rumah Cemara.

Total, ada 50-an anak yang ditangani lembaga tersebut. Eva menyebutkan, kebutuhan untuk ADHA cukup besar. Mulai tes CD4 untuk mendiagnosis imunitas hingga tes viral load untuk mendeteksi jumlah virus. ”CD4 memang murah, sekitar Rp 200 ribu sekali tes enam bulan sekali. Tapi, kalau viral load, itu yang agak mahal, Rp 1,5 juta sekali tes,” terang Eva.

Bacaan Lainnya

Seperti Eva, Davi juga ingin berlari untuk ADHA. Koordinator nasional di Jaringan Populasi Kunci Usia Muda Indonesia (Fokus Muda) itu ingin membantu sekitar 94 anak yang berada di organisasi Lentera Anak Pelangi di Jakarta. ”Anak-anak itu punya kesempatan. Saya juga ingin mengubah paradigma, bahwa ODHA juga bisa berguna,” kata pemuda kelahiran Cianjur, 27 September 1991, tersebut.

Davi akan berlari 21 kilometer bersama dengan Ade Fikran yang juga aktivis di Fokus Muda sebagai project officer. Fikran, pemuda kelahiran Jakarta, 28 Maret 1992, yang punya hobi renang, juga rutin mengonsumsi ARV sejak 2014. Saat ditawari untuk ikut berlari pada ajang Jakarta Marathon, Fikran langsung menyanggupi. ”Kalau kau terus berpikir dan tidak melakukan apa-apa, kau akan tertinggal jauh,” kata Fikran.

Dia bakal mendonasikan hasil penggalangan dananya untuk mendukung KDS Merah Muda. Lembaga yang mendampingi anak muda dengan HIV di Jakarta. Adapun Tesa ingin mendonasikan dana yang dikumpulkannya dari berlari untuk Rumah Cemara yang akan ikut serta dalam kejuaraan Homeless World Cup (Piala Dunia Tunawisma) 2018 di Meksiko. Ajang yang pernah dia ikuti pada 2011 di Paris, Prancis.

Saat itu tim dari Indonesia berada di posisi ke-6 dari 48 negara. Momen itulah yang membuat dia terus berpikir optimistis hingga sekarang. Karena itulah, dia ingin kawan-kawan atau para juniornya merasakan pengalaman yang sama. ”Saat lagu Indonesia Raya diperdengarkan di Paris, saya nangis. Itulah momen terbaik dalam hidup saya,” ujar Tesa.

 

(*/c11/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *