Dimas Putra Daniswara, Burgerhead

FRIZAL/JAWA POS REALISASIKAN MIMPI: Danis bersama tim menyiapkan sendiri racikan Burgerhead. Saat ini mereka menyiapkan rencana ekspansi ke Malang. Foto kiri, salah satu menu Burgerhead.

RADARSUKABUMI.com – Film Jon Fraveu yang berjudul Chef meyakinkan Dimas Putra Daniswara untuk terjun pada bisnis kuliner burger. Bukan burger biasa. Sebab, ada sentuhan musik di setiap menunya.

__________________

SEJAK lama Danis ingin memiliki usaha sendiri. Namun, realisasinya selalu terbentur kesibukan kuliah. Hingga pada 2017, dia nonton film Chef. ’’Di situ Jon Fraveu berperan sebagai Carl, seorang karyawan restoran ternama di California yang punya atasan nggak sevisi dengan dia,’’ ujarnya.

Carl adalah sosok yang cukup ambisius. Dia inovatif, tetapi memiliki ego yang besar. Pada akhirnya, Carl keluar dari restoran tersebut, lalu membuat gerai roti lapis bernama Cubano di sebuah food truck. Carl sukses dengan caranya sendiri. ’’Nah, film itulah yang membuat saya yakin untuk berbisnis. Pas banget 2017 saya lulus kuliah,’’ kata pemuda kelahiran Jakarta itu.Selepas rampung kuliah pada November 2017, Danis langsung bereksperimen membuat resep burger.’’Kenapa pilih burger? Karena itu adalah makanan favorit saya,’’ ucapnya.

Ternyata, Danis tidak butuh waktu lama untuk menemukan formula burger yang pas. Tepat pada 7 Desember 2017, dia berhasil merealisasikan impiannya dengan membuka sebuah kedai burger di Surabaya. Namanya Burgerhead. Pemuda 26 tahun itu memasukkan musik pada bisnisnya. Jargonnya big dreams, good music, & tasty burger.

’’Saya sangat cinta musik. Musik memiliki pengaruh besar di dalam bisnis saya,’’ tutur Danis.Ya, mulai nama kafe hingga menu diselipkan unsur-unsur musik. Sebut saja nama Burgerhead yang terinspirasi dari nama band favorit Danis, Ra diohead. Sebelum memilih nama itu, dia menyiapkan 15 daftar nama yang potensial dijadikan brand. Namun, ketika semua diucapkan, tidak ada yang cocok di hati.

Nama menu di Burgerhead juga berkaitan dengan musik. Nama empat burger, misalnya. Burger Galagher diambil dari nama vokalis band Oasis. Lalu, Burger Yorke terinspirasi Thom Yor ke Radiohead dan Burger Cuomo diambil dari nama belakang Rivers Cuomo, personel band Weezer. Terakhir, Burger Albarn dari band Blur. ’’Nama hot dog dan sandwich yang ada di Burgerhead juga dari musik. Quicksand dan Hot Hot Heat,’’ katanya.

Menurut Danis, setiap bisnis kuliner ha rus memiliki keunikan agar mudah diingat pelanggan. ’’Kalau hanya biasa-biasa saja, apa bedanya dengan yang lain? Jadi, ciri khas kami di sini meng andalkan nama yang khas,’’ lanjut Danis.

Selain nama produk yang kental dengan musik, Burgerhead memiliki keunggulan dari sisi racikan. Beef, ayam, hingga ma yones diracik sendiri oleh Danis bersama tim. Sejak buka pada 2017 hingga sekarang, Burgerhead melakukan banyak inovasi agar tidak tertinggal dengan kompetitor. ’’Dalam setahun ini kami sudah beberapa kali upgrade,’’ katanya.

Mulai hanya pakai beef 60 gram, dengan campuran tepung, hingga sekarang menggunakan 80 gram beef murni tanpa campuran tepung. ’’Dan, itu sangat diterima konsumen,’’ ujar lulusan seni rupa Unesa tersebut.

Sebagai media promosi, Burgerhead mengandalkan media sosial Instagram dan bekerja sama dengan beberapa media partner lokal. Juga, rutin membuat berbagai gimmick untuk menarik perhatian milenial. Misalnya, kuis teka-teki silang di medsos yang berkolaborasi dengan media partner Surabaya yang concern pada perkembangan musik lokal. Tentu, temanya tidak jauh-jauh dari musik. ’’Contohnya, menebak nama band atau musisi lokal,’’ kata Danis.

Saat ini dia bisa menjual lebih dari 600 burger dalam sebulan. Harganya bervariasi. Mulai Rp20 ribu sampai Rp35 ribu. Best seller-nya burger Galagher yang memadukan beef dengan telur setengah matang.

 

(Charina Marietasari/c15/fal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *