Soal UMK Kabupaten Sukabumi, SPSi Nilai Data BPS Tidak Kredibel

Buruh-Sukabumi
Buruh SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, saat audensi di kantor BPS Kabupaten Sukabumi pada Rabu (22/11).

SUKABUMI – Sebanyak 300 buruh yang tergabung dalam wadah Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, berbondong-bondong mendatangi kantor BPS Kabupaten Sukabumi, tepatnya di ruas Jalan Raya Karang Tengah. Kilometer 14, Nomor 52, Karangtengah Kecamatan Cibadak pada Rabu (22/11).

Ketua Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon kepada Radar Sukabumi mengatakan, kedatangan ratusan buruh ke kantor BPS Kabupaten Sukabumi ini, dimaksudkan untuk mempertanyakan data – data yang digunakan jadi variabel penentuan upah minimum tahun 2024.

Bacaan Lainnya

“Iya, karena kenaikan upah yang hanya dikisaran Rp30 ribuan itu didasarkan pada data inflasi, pertumbuhan ekonomi dan rata – rata konsumsi rumah tangga yang dikeluarkan oleh BPS,” kata Popon kepada Radar Sukabumi pada Rabu (22/11).

“Hari ini SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi melakukan audiensi dengan BPS Kabupaten Sukabumi. Kedatangan kami ke BPS dengan melibatkan perwakilan dari masing-masing perusahaan sekitar 300 orang,” timpalnya.

Dari hasil audiensi buruh dengan BPS Kabupaten Sukabumi, ia menilai bahwa data BPS diindikasikan tidak kredibel. Karena, dari satu komponen saja misalnya kebutuhan makan nasi, hasil survei BPS hasilnya hanya Rp2 ribu untuk makan 3 kali setiap hari untuk setiap orangnya atau anggota rumah tangga.

“Sementara data real yang ada saat ini harga beras saja sudah Rp13 ribu sampai Rp15 ribu per liternya. Jadi angka Rp2 ribu untuk kebutuhan makan nasi 3 kali sehari sangat tidak masuk akal,” ujarnya.

Untuk itu, TSK SPSI Sukabumi menolak penentuan upah minimum kabupaten yang tidak naik yang disebabkan oleh konsumsi rata-rata rumah tangga masyarakat Kabupaten Sukabumi yang hanya Rp1.253.479.

“Iya, karena sangat tidak adil dan tidak manusiawi kalau buruh yang ada di Kabupaten Sukabumi yang hidupnya sudah susah, harus menanggung kebutuhan konsumsi rata-rata rumah tangga di Kabupaten Sukabumi,” paparnya.

Sebab itu, ia menilai mengenai urusan pendapatan, konsumsi dan pemenuhan kebutuhan, itu bukan tanggung jawab buruh. Tetapi merupakan tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini tanggung jawab Bupati sebagai Kepala Daerah Kabupaten Sukabumi.

“Jangan sampe kegagalan pemerintah daerah yang tidak bisa meningkatkan pendapatan rakyatnya, dibebankan kepada buruh yang hidupnya udah susah,” pungkasnya. (Den)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *