Puluhan Ribu Buruh Sukabumi Dirumahkan, Popon : Sudah Recovery

PHK Sukabumi
DIDEMO : Warga dan buruh saat melakukan aksi demonstrasi di halaman pabrik PT MCA Sukabumi, tepatnya di ruas Jalan Raya Siliwangi, Kilometer 24, RT 004/RW 002, Desa Benda, Kecamatan Cicurug pada Senin (31/10).(foto : Ilustrasi/Dok Radar Sukabumi)

SUKABUMI — Menjelang akhir tahun 2023, puluhan buruh di Sukabumi direncanakan bakal dirumahkan atau kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kabar tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua APINDO 3 Kabupaten Sukabumi, Aswin Andrian. Menurutnya, gelombang PHK oleh perusahaan dampak dari krisis Global yang masih berlangsung yang berdampak pada dunia industri padat karya di wilayah Kabupaten Sukabumi, terutama soal order yang dinilai belum kondusif.

“Artinya order itu masih banyak perusahaan yang kekurangan order sampai saat ini akibat krisis ekonomi global,” kata Aswin kepada Radar Sukabumi usai menghadiri pelantikan pengurusan dan anggota Dewan Pengupahan periode 2023-2026 di Gedung Negara Pendopo Sukabumi, tepatnya di ruas Jalan Raya Ahmad Yani, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi pada Selasa (31/11).

Dari puluhan perusahaan, khususnya pabrik padat karya di wilayah Kabupaten Sukabumi, hingga saat ini DPK APINDO Kabupaten Sukabumi telah mencatat sekitar 23.000 karyawan yang dirumahkan atau di PHK secara langsung maupun tidak diperpanjang kontrak.

“Sampai akhir tahun 2023 ini, ada sekitar 23.000 karyawan yang dirumahkan. Bahkan, dari beberapa perusahaan dari anggota APINDO sendiri itu, malah ada yang tutup. Yakni PT Manito Cicurug itu sudah tutup. Sementara, perusahaan-perusahan lainnya, melakukan pemangkasan untuk efisiensi sampai saat ini,” tandasnya.

Untuk itu, ia menilai jika kenaikan upah buruh di wilayah Kabupaten Sukabumi pada 2024 nanti, terlalu tinggi. Maka, besar kemungkinan akan terjadi pengurangan jumlah karyawan secara masif. Bahkan,  kemungkinan akan ada beberapa perusahaan yang hengkang dari Kabupaten Sukabumi.

“Ini karena melihat daerah yang lebih kompetitif dari Kabupaten Sukabumi. Seperti Jawa Tengah, Brebes, Salatiga dan daerah lainnya,” timpalnya.

“Jadi, memang kondisi saat ini dilema bagi perusahaan-perusahan itu. Pada satu sisi kita ingin agar karyawan itu lancar bekerjanya, perusahaan juga tetap tenang. Tapi di lain sisi ini, kompetitifnya itu harus dilihat,” paparnya.

Ditempat yang sama, Ketua Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon mengatakan, pihaknya membenarkan bahwa dampak krisis ekonomi global ini menyebabkan perusahaan-perusahaan di wilayah Kabupaten Sukabumi melakukan pengurangan atau pemangkasan pada jumlah karyawannya.

“Pertama kalau di lingkungan perusahaan yang ada SP TSK SPSI gak terlalu signifikan. Karena dari tiga tahun ini pengurangan kita kalau diliat dari jumlah keanggotaan, itu berkurang sekitar 5.000 dari jumlah anggota kita 48.000 sekian. Nah, sekarang jumlah anggota kita diangka 43 ribuan,” kata Popon.

Dari 5.000 buruh anggota TSK SPSI Sukabumi yang dirumahkan ini, sambung Popon, mereka tersebar bekerja di sembilan perusahaan yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi. Diantaranya, PT GSI Cikembar, PT GSI Sukalarang, PT Nike Pratama, PT Youngjin, PT Paiho, PT Sriya Peternakan, PT KG Fashion Garment dan lainnya.

“Jadi, dampak krisis ekonomi global pada pengurangan jumlah karyawan secara faktual itu memang ada. Tetapi hari ini sudah recovery penerimaan kembali atau sejumlah perusahaan sudah ada kembali melakukan rekruitmen pekerja,” jelasnya.

Untuk itu, ia menilai perusahaan-perushaan yang ada angota buruh TSK SPSI hari ini relatif menuju normal. Salah satunya, PT GSI saat ini tidak kembali melakukan pengurangan atau pemangkasan jumlah karyawannya.

“Numan beberapa waktu lalu, memang ada si salah satu PT GSI. Tapi, sekarang udah recovery penerimaan. PT Pratama juga sama,” bebernya.

“Kalau dari perusahaan lain, itu saya dengar memang banyak pengurangan, cuman persoalannya aturan main buat buruhnya benar gak perusahaan itu.  Diluar yang berafiliasi sama kita, kita ga tau ya. Tapi, garmen saya dengar kabarnya memang ada beberapa yang bermasalah atau tutup. Salah satunya, di PT Manito Cicurug itu,” katanya.

Dari 5.000 buruh anggota TSK SPSI Sukabumi yang dirumahkan itu, Popon memastikan semua anggotanya telah mendapatkan hak-hak buruhnya dari tempat perusahaannya bekerja. Mulai dari pesangon dan upah lainnya.

“Kalau di kita Insya Allah jalan, karena ada PKB, kalau  dari yang lain saya tidak tahu ada PKB atau tidak, jadi secara faktual memag ada pengurangan. Cuman hari ini sudah mulai recovery dan perusahaan-perusahaan yang ada kitanya relatif masih aman hari ini,” tandasnya.

Sebab itu, ia bersama buruh lainnya berharap pemerintah dapat segera mencarikan solusi yang baik untuk kebaikan semua pihak. Ia mencontohkan, seperti Omnibus Law diyakini pemerintah dapat mengundang investasi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *